Kabupaten Bima

Akademisi Kritik Dinasti Politik dan Oligarki di Pemkab Bima, Langgar Prinsip Tata Kelola Good Governance

1418
×

Akademisi Kritik Dinasti Politik dan Oligarki di Pemkab Bima, Langgar Prinsip Tata Kelola Good Governance

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.- Akademisi mengkritisi fenomena melanggengkan kekuasaan melalui pembangunan dinasti politik dan menciptakan oligarki di Pemerintah Kabupaten Bima.

Akademisi Kritik Dinasti Politik dan Oligarki di Pemkab Bima, Langgar Prinsip Tata Kelola Good Governance - Kabar Harian Bima
Rektor Universitas Mbojo Doktor Rifa’i dan Dosen Universitas Muhammadiyah Bima Doktor Taufik Firmanto. Foto: Ist

Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri diduga melakukan praktik nepotisme dengan menunjuk sejumlah keluarga dekat untuk menduduki posisi strategis di pemerintahan Kabupaten Bima.

Terbaru, mencuat seiring dengan adanya rencana Bupati Bima untuk mendorong Adel Linggi Ardi menjadi Sekretaris Daerah (Sekda), yang dinilai menunjukkan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) yang semakin menguat.

Rektor Universitas Mbojo Bima,
Doktor Rifa’i menyatakan bahwa praktik KKN di Pemerintah Kabupaten Bima telah menyebabkan struktur kekuasaan hanya dikuasai oleh segelintir orang.

“Situasi ini memudahkan aparat penegak hukum untuk mengidentifikasi dan menyelidiki potensi penyimpangan dalam pengelolaan pemerintahan di sana,” katanya, Kamis 16 Mei 2024.

Menurut dia, yang juga menjadi perhatian publik tertuju pada proses seleksi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima, yang diduga sarat dengan unsur nepotisme. Paman dari Bupati Bima, yang saat ini tengah menjalani proses seleksi, dikabarkan akan menduduki posisi penting tersebut.

Ia mengungkapkan, fenomena penempatan kerabat dekat di berbagai posisi strategis bukanlah hal baru di Kabupaten Bima. Sejumlah kepala dinas di pemerintahan kabupaten diketahui memiliki hubungan keluarga dengan Bupati. Birokrasi yang dijalankan dengan pola seperti ini tentu saja tidak sehat dan berpotensi merusak efektivitas pemerintahan.

“Penempatan anggota keluarga di jabatan-jabatan penting akan menghambat profesionalisme dan merusak integritas birokrasi. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” ujarnya.

Selain itu, Rifa’i juga menyoroti relasi antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Bima. Menurutnya, karena ketua DPRD Kabupaten Bima juga merupakan anak kandung Bupati Bima, pengawasan terhadap kebijakan pemerintah menjadi tidak efektif.

“Hal ini memperlihatkan bagaimana praktik dinasti politik dapat menghambat fungsi kontrol dan keseimbangan dalam pemerintahan,” ujarnya.

Demikian juga disampaikan Dosen Universitas Muhammadiyah Bima Taufik Firmanto. Menurut dia, di penghujung masa jabatannya, Bupati Bima diduga semakin kuat melakukan praktik nepotisme dengan menunjuk sejumlah keluarga dekat untuk menduduki posisi strategis di pemerintahan Kabupaten Bima.

Dalam waktu dekat saja, Pilkada Kabupaten Bima akan digelar, dan Muhammad Putera Ferryandi, yang juga anak kandung Bupati Bima, disebut-sebut bakal maju mencalonkan diri sebagai Bupati. Yandi yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bima, tengah dipersiapkan untuk meneruskan kepemimpinan dinasti keluarga Bupati selama lima tahun ke depan.

 

Akademisi Kritik Dinasti Politik dan Oligarki di Pemkab Bima, Langgar Prinsip Tata Kelola Good Governance - Kabar Harian Bima

Taufik mensinyalir dinasti Politik Dinda saat ini juga tengah menggodok dan mempersiapkan Diah Citra Pravitasari (Dita), yang merupakan adik Bupati, sebagai calon Ketua DPRD Kabupaten Bima.

“Kita ketahui bersama Dita baru saja memenangkan Pemilu Legislatif DPRD Kabupaten Bima tahun 2024 untuk Dapil Sape-Lambu, tentu saja posisi Dita sebagai calon Ketua DPRD Kabupaten Bima semakin menguatkan dugaan adanya praktik nepotisme yang mengkhawatirkan,” tandas Taufik.

Tidak hanya itu, praktik nepotisme yang berupaya mencengkeramkan kuku dinasti politik di Kabupaten Bima juga tampak dari proses seleksi Sekda. Salah satu calon yang lolos 3 besar yakni, Adel Linggi Ardi (kerabat dekat Bupati Bima), juga dipersiapkan untuk menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima.

Praktik penunjukan keluarga dekat juga terlihat dalam penempatan Afifudin sebagai Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Bima. Selain itu, Laily Ramdhani, yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Bupati, kini menjabat sebagai Plt Kepala BKD Kabupaten Bima.

Praktik-praktik ini menimbulkan kekhawatiran mengenai integritas dan profesionalisme dalam pemerintahan Kabupaten Bima, serta mengundang kritik dari masyarakat yang menginginkan transparansi dan keadilan dalam pengisian jabatan publik.

“Praktik nepotisme dan politik dinasti tidak hanya bertentangan dengan Asas-asas Pemerintahan yang Baik, tetapi juga melanggar prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance),” tegas Taufik.

*Kahaba-01