Oleh: Ririn Kurniawati ST, MT dan Hj. Suryani Eka wijaya, PhD.
Kota Bima dengan jumlah penduduk 157,851 Jiwa pada tahun 2022 dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,16 persen pertahun, tingkat kemiskinan 8,88 persen kepadatan penduduk 715 jiwa/km2 hidup pada luas wilayah sekitar 222,25 km2. Dari komposisi luas total wilayah Kota Bima, daerah resapan air berada di Wilayah Jatibaru/Ambalawi, Lelamase/Wawo, Dodu, Oimbo, Kabanta, dan Kolo. Kondisi hutan kota dan daerah dataran tinggi yang mulai menurun menjadi isu strategis pembangunan kota. Air bersih menjadi permasalahan serius yang melanda Kota Bima terutama pada musim kemarau.
Permasalahan utama dalam penyediaan air bersih di Kota Bima adalah praktik yang dilakukan selama ini menunjukan bahwa tingkat pembuatan bor air yang mencapai diatas 90 persen di Kota Bima selama periode tahun 2019 -2023. Pembuatan sumur bor untuk menggali air tanah dianggap menjadi solusi cepat dan tepat untuk penyediaan layanan air bersih di Kota Bima. 90 persen masyarakat masih mengandalkan air bor dangkal, kurang dari 10 persen yang menggunakan perpipaan. Praktik ini berdampak terhadap kondisi akuifer air tanah yang akan menurun, sehingga menimbulkan rongga di dalam tanah, dan dapat menyebabkan terjadinya penurunan tanah.
Selain itu dengan jumlah penduduk tahun 2022 sebanyak 157.851 jiwa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 2,16 persen setiap tahun, maka perkiraan penduduk pada tahun 2033 adalah sebesar 199.681 jiwa. Jika kebutuhan akan air bersih 80 liter/hari, maka kebutuhan air bersih pada tahun 2033 adalah 15.974.491,82 liter/ hari atau sebesar 188,84 liter/det. Jika dibandingkan dengan kondisi sumber air bersih yang tersedia saat ini sebesar 154,1 liter/det (Kapasitas Maksimal IPA , Sumur Bor dan SPAM Pedesaan) terjadi defisit sebesar 34,74 liter/det, defisit ini belum termasuk perhitungan menurunnya debit air tanah dari sumur bor yang ada dan kuantitas air permukaan karena kondisi kekeringan dan berkurangnya resapan pada bagian hulu.
Saat ini pada musim kemarau Sebagian besar masyarakat mengeluh, sumur bor dangkal mengalami kekeringan, air tanah mengalami penurunan, sementara pada musim penghujan air hujan sudah tidak lagi meresap ke dalam tanah karena kurangnya vegetasi tutupan lahan di daerah hulu dan langsung dibuang ke sungai menuju laut. Jika kondisi ini terus berlanjut di takutkan di atas tahun 2033 masyarakat Kota Bima akan sangat kesulitan untuk memperoleh air bersih.
Kota Bima pada dasarnya memiliki prasarana air minum yang cukup memadai antara lain 3 unit Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang berada di Kelurahan Nungga, Kelurahan Lelamase dan Kelurahan Dodu dengan kapasitas produksi mencapai 80 liter/det. Sumur bor dalam yang dikelola oleh PDAM yang tersebar di seluruh Kota Bima dengan kapasitas produksi mencapai 39,1 liter/ det, serta SPAM Pedesaan yang dikelola masyarakat dengan kapasitas produksi mencapai 35 liter/det, namun terdapat berbagai kendala dalam pengelolaan prasarana dimaksud antara lain: kebocoran pipa jaringan distribusi juga merupakan permasalahan tersendiri yang menyebabkan banyaknya kehilangan air yaitu sekitar 68,20 persen, konflik pemanfaatan air dengan sektor pertanian, Pemerintah Kota Bima tidak memiliki kelembagaan untuk pengelolaan air bersih.
Biaya yang cukup tinggi untuk mengoperasikan sumur bor dalam juga menjadi masalah tersendiri. Butuh biaya yang tidak sedikit karena mengandalkan pompa dan listrik untuk operasional, sementara PDAM Kabupaten Bima sebagai pengelola tidak memiliki biaya. Pemerintah Kota Bima sendiri tidak dapat melakukan penyertaan modal karena masalah kepemilikan aset PDAM Kabupaten Bima. Sebagai akibat dari hal tersebut, beberapa sumur bor tidak berfungsi lagi dan akses air minum masyarakat yang bersumber dari sumur bor pun tidak tersedia.
Tantangan penting lainnya adalah kelembagaan PDAM yang masih belum optimal dalam operasionalnya. Saat ini kondisi pengelolaan PDAM antara Kota Bima dan Kabupaten Bima mengalami permasalahan yang serius, dimana terjadi boikot oleh karyawan PDAM Kabupaten Bima yang disebabkan karena gaji karyawan belum terbayarkan, akibatnya PDAM Kabupaten Bima yang berada di Kota Bima TIDAK BERFUNGSI sama sekali.
Permasalahan pemenuhan kebutuhan air bersih di Kota Bima dapat diselesaikan untuk meninggalkan ketergantungan masyarakat pada air tanah antara lain melalui: penyelesaian masalah aset PDAM Kabupaten Bima yang berada di Kota Bima, optimalisasi pemanfaatan air permukaan melalui pemanfaatan 3 IPA yang tersedia di Kota Bima untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat melalui jaringan perpipaan, pengoperasian kembali sumur bor dalam yang melayani jaringan perpipaan yang telah ada, dan pembentukan kelembagaan pengelolaan air bersih di Kota Bima.
Khusus untuk permasalahan penyelesaian aset PDAM Kabupaten Bima yang berada di Kota Bima, dengan berpedoman kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah yang dipisahkan, Pemerintah Kota Bima dapat mengakuisisi aset PDAM yang berada di wilayah Kota Bima. Dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
– Barang daerah milik PDAM Kabupaten Bima yang berada di Kota Bima dapat diusulkan penghapusan dari daftar asset PDAM Kabupaten Bima.
– Barang bergerak maupun tidak bergerak seperti tanah, bangunan, mesin dan kendaraan dinas operasional perusahaan ditetapkan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan kepala daerah melalui Badan dan atau Dewan Pengawas.
– Tata cara penghapusan dalam dilakukan melalui lelang umum atau terbatas untuk barang yang memiliki nilai, dan dimusnahkan bagi barang yang sudah tidak mempunyai nilai ekonomis, dimana hasil lelang dari barang dimaksud akan menjadi penerimaan bagi perusahaan daerah.
– Perhitungan nilai aset ini dapat dilakukan oleh akuntan publik yang disepakati oleh Pemerintah Kota Bima dan Kabupaten Bima.
– Pemerintah Kota Bima dapat mengikuti lelang terbatas untuk memperoleh aset PDAM yang berada di Kota Bima
– PDAM Kabupaten Bima memiliki dana dari hasil lelang aset untuk menyelesaikan permasalahan internal dengan karyawan
– Mengingat PDAM Kabupaten Bima sudah tidak memiliki aset di Kota Bima, pengelolaan air bersih di Kota Bima dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bima melalui pembentukan BUMD atau UPTD.
Hal penting yang dibutuhkan untuk keberhasilan upaya menggagas layanan air bersih untuk Kota Bima ini adalah peran serta masyarakat dan seluruh stakeholder yang terlibat, terutama pemahaman bahwa air adalah milik negara dan dapat dikelola oleh negara untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat umum. Beberapa catatan terkait tantangan dan risiko kegagalan yang perlu diantisipasi antara lain : kebutuhan pembiayaan yang cukup besar, penolakan masyarakat di beberapa tempat sebagai akibat dari konflik pemanfaatan air dengan sektor pertanian serta komitmen antara Pemerintah Kota Bima dan Pemerintah Kabupaten Bima mengenai tata cara penyelesaian masalah aset PDAM Kabupaten Bima yang terdapat di Kota Bima, namun hal ini tentunya bukan merupakan kendala bila terdapat keinginan untuk menyelesaikan permasalahan ketersediaan air bersih di Kota Bima.
Mengingat kebutuhan akan air bersih adalah kebutuhan dasar masyarakat, perlu dipikirkan upaya keberlanjutan dalam mencari sumber air baku lain sebagai sumber air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat di Kota Bima pada masa yang akan datang, dengan cara memperbaiki kondisi resapan air pada bagian hulu untuk menjaga keberlangsungan sumber daya air yang ada saat ini agar tetap tersedia untuk masa yang akan datang.
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan saran konstruktif untuk akselerasi penyediaan layanan air bersih di Kota Bima. Upaya penyediaan air bersih di Kota Bima haruslah berupa upaya yang berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya air yang ada untuk kehidupan anak cucu kita kelak, semoga bermanfaat, terima kasih.
*Penulis ASN Kota Bima dan Alumni Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang dan Alumni Massei University New Zealand