Opini

Mitigasi Risiko Kebakaran Lingkungan Permukiman Padat Dalam Wilayah Kota Bima

2037
×

Mitigasi Risiko Kebakaran Lingkungan Permukiman Padat Dalam Wilayah Kota Bima

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ardi Firmansyah, S.Sos*

Mitigasi Risiko Kebakaran Lingkungan Permukiman Padat Dalam Wilayah Kota Bima - Kabar Harian Bima
Ardi Firmansyah Kepala Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran Dan Penyelamatan Kota Bima. Foto: Ist

Perkembangan perkotaan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain peningkatan jumlah penduduk yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat, dan kelengkapan sarana serta prasarana umum yang lebih mendukung, dapat mengubah kota kecil menjadi kota besar.

Tingginya aktivitas penduduk kota akan mengarah pada peluang terjadinya kebakaran pada daerah perkotaan menjadi lebih besar. Selain itu, peningkatan pertumbuhan perkotaan menjadi lebih besar, peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk juga menyebabkan bertambahnya jumlah pemukiman. Perkembangan pemukiman di perkotaan yang tidak dapat dikendalikan secara maksimal, menyebabkan masyarakat terpaksa menempati daerah yang rawan akan bencana kebakaran sebagai daerah pemukiman.

Seiring tingginya peningkatan jumlah bangunan, sangat mempengaruhi terbentuknya pola-pola permukiman yang memiliki tingkat kepadatan tinggi baik dari segi jumlah penduduknya maupun dari kepadatan bangunannya. Permukiman padat yang disertai dengan penurunan daya dukung lingkungan dan infrastruktur lingkungan yang kurang memadai, menyebabkan terbentuknya kawasan kumuh.

Daerah yang rawan terhadap risiko kebakaran ditandai dengan daerah permukiman padat penduduk, salah satu bencana yang sering terjadi adalah bahaya kebakaran. Permukiman padat menjadi salah satu pemicu terjadinya kebakaran yang sering terjadi di Kota Bima.

Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bima, setidaknya telah terjadi 150 kasus kebakaran selama kurun waktu dari tahun 2019 sampai pada tahun 2023, dengan Kecamatan Rasana Barat berada pada kasus kebakaran tertinggi sebanyak 52 jumlah kasus kebakaran di Kota Bima. Kecamatan Rasanae Barat mengalami peningkatan kejadian kebakaran yang sangat signifikan.

Merujuk pada data kebakaran dan kondisi pemukiman khususnya pada beberapa kelurahan padat seperti Kelurahan Tanjung, Kelurahan Dara, Kelurahan Pane, Kelurahan Nae, dan Kelurahan Paruga yang merupakan kawasan padat penduduk sekaligus memiliki kepadatan bangunan yang cukup tinggi, memerlukan perhatian dan strategi dalam menjamin perlindungan masyarakat terhadap bahaya dan risiko kebakaran.

Permen PU Nomor 20/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan Pasal 2 ayat (1) pengaturan manajemen proteksi kebakaran di perkotaan dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan kota yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui penerapan manajemen proteksi bahaya kebakaran yang efektif dan efisien.
(2) Pengaturan manajemen proteksi kebakaran di perkotaan sebagaimana pada ayat (1) bertujuan untuk terwujudnya kesiapan, kesigapan, dan keberdayaan masyarakat, pengelola bangunan gedung, serta dinas terkait dalam mencegah, dan menanggulangi bahaya kebakaran.

Dua poin di atas secara teknis mengharuskan dinas terkait agar lebih optimal dalam melakukan perencanaan dan penataan lingkungan, seperti penataan jalan lingkungan yang dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran, sekaligus pemenuhan sarana prasarana proteksi kebakaran lingkungan melalui penyediaan sumber air (Fire Hydrant) pada daerah padat penduduk, sehingga penanggulangan bahaya kebakaran dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

Peran masyarakat merupakan pilar penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya dan risiko kebakaran sekaligus dalam rangka penguatan terhadap lingkungan melalui Sistim Ketahanan Kebakaran Lingkungan (SKKL). Pembentukan Relawan Pemadam Kebakaran (REDKAR) pada masing masing Kelurahan se-Kota Bima akan sangat membantu dalam memberikan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat serta pada penanggulangan terjadinya kebakaran yaitu melakukan tindakan dini sebelum armada utama tiba di lokasi kebakaran.

Kebakaran dan Teori Dasar Api

Menurut National Fire Protection Association (NFPA) kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur (bahan bakar, oksigen dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan sampai kematian. Dari reaksi ketiga unsur tersebut menghasilkan api. Api merupakan suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3 (tiga) unsur yaitu panas, oksigen dan bahan mudah terbakar yang menghasilkan panas dan cahaya.

Secara sederhana terjadinya api akibat adanya proses rantai reaksi kimiawi yang melibatkan tiga unsur yang dikenal sebagai “segitiga api” yaitu oksigen (O2) yang cukup dari udara, panas dan bahan yang dapat terbakar (fuel). Selanjutnya, teori segitiga api tersebut kemudian berkembang lagi menjadi teori bidang empat api (Tetrahedron of Fire). Teori ini didasarkan pada ketika terjadi panas, bahan bakar dan oksigen (O2) membutuhkan komponen keempat, yaitu rantai reaksi kimia agar terjadi pembakaran.

Melalui tulisan ini, penulis berharap pembaca dapat lebih memahami bahwa bahaya dan risiko kebakaran tidak hanya akan menimbulkan kerugian harta benda namun sangat berpotensi menimbulkan korban jiwa.

Dalam beberapa kejadian kebakaran di Kelurahan Melayu, Lewirato dan BTN Rontu telah memakan masing – masing satu korban jiwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yang memiliki kendala penanganan yang hampir sama, yaitu akses jalan sempit sehingga menyulitkan petugas pemadam kebakaran dalam menjalankan tugas.

Bahwa perencanaan dan penataan lingkungan, penyediaan akses jalan lingkungan yang memadai, sekaligus pengendalian perkembangan daerah pemukiman menjadi salah satu faktor utama dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya dan resiko kebakaran. Pengelola Gedung baik itu gedung milik pemerintah maupun BUMN, wajib memiliki sarana proteksi kebakaran seperti Alat Pemadam Api Ringan (APAR).

*Penulis adalah Kepala Bidang Pencegahan Dinas Pemadam Kebakaran Dan Penyelamatan Kota Bima