Kota Bima, Kahaba.- Badannya kecil dan kurus. Kulitnya gelap, di wajah mungilnya terlihat seperti dicoret debu. Sesekali yang kotor di wajah itu dibersihkan, menggunakan jari dan tangannya yang kecil dan tidak bersih.
Muslimah namanya, bocah berusia 8 tahun itu begitu gesit mencari sesuap nasi. Keluar masuk ruangan di kantor Walikota Bima. Membawa keranjang berisi kacang rebus. Kacang itu dibungkus seharga Rp 5.000.
Tadi siang, Selasa (1/8), di ruangan Bagian AP dan LPBJ Setda Kota Bima, Muslimah yang memakai baju panjang dan jilbab berwarna coklat terlihat seperti di rumahnya sendiri. Kesana kemari dan menawarkan jajanannya. Pegawai setempat pun terlihat akrab dengannya.
Layaknya anak kecil, Muslimah bertingkah manja. Orang – orang di ruangan itu pun selain merasa iba, juga terlihat merasa susah mengurusnya. Karena setiap apa yang dilihat di atas meja, dipegang dan dibuat untuk bermain.
Muslimah rupanya anak yatim piatu. Dari ceritanya, bocah itu sudah ditinggal mati oleh orang tua. Saat ini pun ia tumbuh dibesarkan oleh 3 orang saudaranya, di Lingkungan Karara Kelurahan Monggonao.
“Bapak ibu sudah meninggal. Saya tinggal sama kakak,” ujarnya dengan badan yang terus bergerak.
Bocah yang duduk di bangku kelas 2 SD itu mengaku sudah lama jual keliling kacang. Selain itu, dirinya juga menjual sayur di Kantor Walikota Bima. Tapi biasanya, siang dan sore hari, ia menghabiskan dagangan kacangnya di lampu merah Gunung Dua Kota Bima.
“Saya keluar bawa kacang banyak setelah pulang sekolah. Pulang bawa uang kasih kakak. Sekali pulang bawa uang Rp 100 ribu, juga ada Rp 120 ribu. Uangnya Muslimah simpan di tas,” tuturnya sembari menunjukan tas kecil yang melingkar di pinggangnya.
Untuk menuju kantor Walikota, rupanya Muslimah harus berjalan kaki. Jarak dari rumahnya dan Kantor Walikota Bima memang tidak terlalu jauh, tapi mungkin cukup jauh untuk kaki seumuran Muslimah. Meski demikian, bocah itu terlihat sangat bahagia keliling sendiri dan membawa dagangannya. Kendati setiap hari, Muslimah makannya tidak menentu.
Tidak banyak yang bisa diketahui dari sosok Muslimah, karena ia begitu aktif dan susah untuk ditanya. Setiap kali dilontarkan pertanyaan, badannya lebih banyak bergerak daripada berbicara.
Ditanya kalau sudah besar mau jadi apa, Muslimah menggelengkan kepala. Ditanya mau jadi dokter atau pegawai seperti orang – orang yang berada di ruangan tersebut, ia pun tetap geleng kepala.
“Tidak ada uang mau jadi pegawai,” katanya lirih sambil menggigit jari, para pegawai di ruangan itu pun terlihat melempar senyum.
Muslimah seolah menunjukan kita tentang getirnya hidup. Diusia yang sangat belia, mestinya bisa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan belajar. Bocah tangguh itu malah mengumpulkan receh untuk bisa mencukupi kebutuhan.
Di tempat yang sama, salah satu pegawai Bagian AP dan LPBJ Setda Kota Bima Ade mengaku, Muslimah sering ke ruangannya dan sangat akrab dengan pegawai di ruangan itu.
“Hampir setiap hari Muslimah di sini. Pegawai juga senang bercanda dengannya. Anaknya tidak minder,” ujar Ade.
Sebagai manusia sambungnya, siapapun akan merasa iba melihat anak sekecil itu harus keliling sendirian, jual kacang dan sayur. Karena kasihan, salah seorang pegawai juga pernah memberikan baju seragam sekolah dan sepatu baru.
“Kalau Muslimah ke kantor, kacangnya banyak yang beli. Bahkan ada juga pegawai yang ngasih lebih,” tambahnya.
*Kahaba-01