Opini

Mengurai Masalah Parkir di Kota Bima: Tantangan dan Solusi

1737
×

Mengurai Masalah Parkir di Kota Bima: Tantangan dan Solusi

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ririn Kurniawati*

Mengurai Masalah Parkir di Kota Bima: Tantangan dan Solusi - Kabar Harian Bima
Ririn Kurniawati. Foto: Ist

Pernahkah anda berkeliling dengan menggunakan kendaraan dan melewati ruas-ruas jalan yang seharusnya lebar dan lapang, tapi terkena macet akibat parker on street beberapa kendaraan yang menyebabkan sempitnya ruang jalan. Yaaa hal ini cukup mengganggu dan membuat gusar, apalagi kalau ternyata ruang jalan digunakan sebagai sarana parkir bagi aktivitas-aktivitas ekonomi yang harusnya memiliki ruang parkir yang memadai. Sebut saja seperti beberapa tempat yang popular di Kota Bima yang rata-rata tidak memiliki tempat parkir memadai dan memakai ruas jalan sebagai tempat parkir.

Mengurai Masalah Parkir di Kota Bima: Tantangan dan Solusi - Kabar Harian Bima

Banyak hal yang harus dicermati dari fenomena ini mari kita bahas satu persatu. PERTAMA permasalahan izin bangunan. Ketika pertama kali akan membuka usaha tentunya diawali dengan proses perizinan usaha salah satu didalamnya adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau sekarang sudah diubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Persetujuan Bangunan Gedung, atau disingkat PBG, adalah Perizinan yang dikeluarkan dari pemerintah kepada pemilik sebuah bangunan gedung atau perwakilannya untuk memulai pembangunan, merenovasi, merawat, atau mengubah bangunan gedung tersebut sesuai dengan yang direncanakan.

PBG dapat diterbitkan apabila rencana teknis yang diajukan memenuhi standar teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk mengetahui apakah rencana teknis tersebut memenuhi standar teknis atau tidak. Diperlukan sebuah proses konsultasi yang melibatkan tenaga ahli yang memiliki kemampuan dan keahlian terkait bangunan Gedung. PBG memiliki fungsi memastikan pembangunan bangunan gedung berstatus legal, memastikan penyelenggaraan bangunan gedung tersebut memenuhi standar yang menjamin keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi penggunanya, dan mendata keberadaan rencana bangunan Gedung.

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29 tahun 2006, bahwa setiap bangunan bukan rumah hunian diwajibkan menyediakan area parkir kendaraan, sesuai dengan jumlah area parkir yang proporsional dengan jumlah luas lantai bangunan. Hal ini seharusnya menjadi syarat dalam penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung.

KEDUA dalam proses pembangunan gedung yang telah diberikan izin harus dilakukan monitoring, agar tidak melenceng dari rencana desain yang diajukan pada saat pengurusan izin, terutama ruang yang disiapkan untuk parkir kendaraan.

KETIGA karena keterbatasan parkir, hampir semua orang pernah memarkirkan kendaraannya di jalan, padahal sesuai aturan pengguna kendaraan tidak boleh memarkir kendaraannya di pinggir jalan yang akan mengganggu mobilitas pengguna jalan lainnya. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan Pasal 38 yang berbunyi, setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

Adapun Pasal 34 berbunyi ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. (2) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Ruang manfaat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. (4) Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.

Pasal 35 berbunyi badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. (2) Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas. (3) Ruang bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. (4) Lebar ruang bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan lebar badan jalan. (5) Tinggi dan kedalaman ruang bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (6) Tinggi ruang bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 5 (lima) meter. (7) Kedalaman ruang bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi jalan arteri dan jalan kolektor paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan.

Pasal 36 berbunyi Saluran tepi jalan hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air. (2) Ukuran saluran tepi jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan jalan dan keadaan lingkungan. (3) Saluran tepi jalan dibangun dengan konstruksi yang mudah dipelihara secara rutin. (4) Dalam hal tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan, saluran tepi jalan dapat diperuntukkan sebagai saluran lingkungan. (5) Dimensi dan ketentuan teknis saluran tepi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditentukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

Pasal 37 berbunyi ambang pengaman jalan berupa bidang tanah dan/atau konstruksi bangunan pengaman yang berada di antara tepi badan jalan dan batas ruang manfaat jalan yang hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan. Jalan tidak diperuntukan untuk parkir, namun kendaraan diperboleh untuk parkir ditepi jalan untuk keadaan darurat dengan ketentuan harus memasang tanda darurat sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 Pasal 120 Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas. Dan Pasal 121 Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.

KEEMPAT, beberapa aturan telah tegas melarang ruang jalan dipakai untuk area parkir apalagi untuk bangunan-bangunan selain fungsi hunian, namun dibeberapa titik di Kota Bima hampir sebagian besar bangunan komersial yang ada tidak memiliki ruang parkir yang memadai, untuk mengatasi hal ini Pemerintah Kota Bima telah menerbitkan Peraturan Walikota Nomor 53 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Disinsentif dalam Pemanfaatan Ruang di Kota Bima, kawasan penyebab kemacetan lalu lintas adalah termasuk dalam salah satu Kawasan yang dapat dikenai disinsentif yaitu 1) Kawasan yang menurunkan Tingkat pelayanan lalu lintas dari B menjadi F akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 350 persen. 2) Kawasan yang menurunkan tingkat pelayanan lalu lintas dari B menjadi E akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 300 persen. 3) Kawasan yang menurunkan Tingkat pelayanan lalu lintas dari B menjadi D akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 250 persen. 4) Kawasan yang menurunkan Tingkat pelayanan lalu lintas dari C menjadi F akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 300 persen. 5) Kawasan yang menurunkan Tingkat pelayanan lalu lintas dari C menjadi E akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 250 persen. 6) Kawasan yang menurunkan Tingkat pelayanan lalu lintas dari C menjadi D akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 100 persen. 7) Kawasan yang menurunkan Tingkat pelayanan lalu lintas dari D menjadi F akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 100 persen. 8) Kawasan yang menurunkan tingkat pelayanan lalu lintas dari D menjadi E akan dikenai disinsentif berupa peningkatan pajak dan retribusi masing-masing sebesar 50 persen. (Dimana perhitungan Tingkat pelayanan lalu lintas sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 96 tahun 2015) dan apabila kawasan dimaksud tidak mengajukan disinsentif maka, 1) akan diberikan sanksi tertulis sebanyak 3 kali, 2) bila sanksi tertulis sebanyak 3 kali diabaikan akan dilakukan pencabutan izin usaha, 3) apabila tidak memiliki izin usaha maka akan dilakukan penutupan usaha. Sebaliknya apabila Kawasan (pemilik usaha) berkontribusi dalam peningkatan kapasitas jalan dan berhasil menurunkan tingkat kemacetan akan diberikan insentif, hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang jalan sebagai parkir komersil pelaku usaha diharapkan dengan adanya perwali ini pelaku usaha mulai memikirkan parkir yang layak selain parkir di jalan umum.

Jalan adalah milik bersama dan digunakan untuk kepentingan umum, menggunakan jalan untuk kepentingan komersial jelas-jelas telah melanggar hak orang lain. Berbagai aturan telah dengan jelas menyatakan, mungkin sudah saatnya peraturan-peraturan ini kembali ditegakkan agar pengguna jalan bisa dengan nyaman berkendara dan mengurangi angka kecelakaan lalu lintas akibat penggunaan fungsi jalan yang tidak semestinya. Pertanyaannya, DAPATKAH KITA???????? WALLAHUALAM BISSAWAB

*Penulis ASN Kota Bima dan Alumni Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang