Kabar Kota Bima

Para Pakar Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima

1075
×

Para Pakar Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Banjir menjadi momok yang menakutkan untuk masyarakat Kota Bima. Peristiwa banjir bandang tahun 2016 lalu, menjadi catatan sejarah yang perlu diatensi agar tidak kembali terjadi dengan terus dilakukan upaya-upaya penanganan konkret. (Baca. Talkshow Banjir, HM Rum: Ikhtiar Bangun Infrastruktur, Perbaiki Diri dan Makmurkan Masjid

Para Pakar Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima - Kabar Harian Bima
Talkshow soal penanganan banjir di Fuda Cafe. Foto: Bin

Mengurai persoalan itu, para pakar terkait itu di Kota Bima duduk bersama dalam kegiatan Talkshow dengan Tema Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima.

Para Pakar Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima - Kabar Harian Bima

Kegiatan yang dipusatkan di Fuda Cafe, Jumat malam 10 November 2023 itu dihadiri para Magister Geologi seperti Muhammad Syahwan, Ririn Kurniawati, Imawan, Haris Dinata, Adzan Sabil. Kemudian hadir juga pembicara lain seperti, Kepala Bappeda Kota Bima Adisan, Sekretaris Brida Adi Aqwam, Asisten I H Alwi Yasin dan sejumlah undangan lain.

Di tengah Talkshow berjalan, kegiatan yang dipandu oleh Darussalam juga dihadiri oleh Pj Wali Kota Bima HM Rum. Acara tersebut berjalan penuh keakraban. Para pakar masing-masing menyampaikan argumen sesuai kapasitas keilmuan, mengungkapkan apa dan bagaimana metode untuk penanganan banjir di Kota Bima.

Di awali dari Imawan yang menyampaikan bahwa tidak ada yang berpikir jika banjir begitu besar terjadi Tahun 2016 lalu, sebanyak 38 kelurahan terdampak akibat bencana. Pertanyaannya sekarang, apakah mungkin banjir besar tersebut akan terjadi lagi.

“Kalau dilihat DAS kita, banjir besar tersebut sangat memungkinkan terjadi lagi,” katanya.

Waktu itu menurut Imawan, jika dilihat hujan di atas 100 mili, dan itu tidak pernah terjadi di Kota. Kemudian intensitasnya begitu lama. Sementara beberapa kelemahan di Kota Bima saat itu yakni tidak banyak memiliki alat pencatat hujan otomatis, sehingga kesulitan mengamati.

“Makanya banjir waktu itu begitu dahsyat,” terangnya.

Para Pakar Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima - Kabar Harian Bima
Talkshow soal penanganan banjir di Fuda Cafe. Foto: Bin

Adi Aqwam mengatakan, ada beberapa indikator banjir besar tahun 2016. Pertama intensitas hujan yang tinggi, kedua kerusakan lingkungan, minimnya edukasi menjaga lingkungan, kemudian sistem hidrologi yang kurang untuk menampung air hujan.

Untuk penanganan, pemerintah melakukan program jangka pendek, menengah dan panjang. Selain itu merancang perbaikan-perbaikan, wilayah hulu dan hilir.

“Dilakukan normalisasi sungai, waduk retensi, revitalisasi drainase, itu beberapa yang sudah dilakukan,” katanya.

Menjalankan program itu sambung Adi, tentu juga harus didukung dengan pendanaan yang besar. Di satu sisi, juga terbentur aturan. Maka alternatifnya datang JICA dan Word Bank untuk penanganan dengan sejumlah program.

Di tempat yang sama, Ririn Kurniawati yang juga mantan Kepala Bidang Cipta Karya di Dinas PUPR Kota Bima menyatakan, dulu hujan besar mengakibatkan banjir bandang. Sekarang, hujan kecil saja menyebabkan banjir di beberapa kelurahan. Bahkan wilayah banjir semakin meluas ke kelurahan yang tidak pernah terdampak.

Menurut Ririn, fungsi lahan yang sudah berubah menjadi indikator utama. Padahal, di sisi lain pemerintah memiliki instrumen-instrumen peraturan yang bisa ditegakkan untuk pengendalian lingkungan. Hanya saja masih kurang dilakukan.

Ia memberi contoh, pada UU Cipta Kerja, ada larangan membakar lahan. Kemudian Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, tentang jenis-jenis usaha yang memiliki rekomendasi lingkungan, termasuk di dalamnya pertanian jagung.

Para Pakar Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima - Kabar Harian Bima
Budayawan N Marewo saat bicara banjir dari perspektif berbeda. Foto: Bin

“Tapi kita selama ini masih belum menegakan aturan itu. Mungkin saja kekurangan sarana, tidak memiliki penyidik PNS untuk menegakan aturan itu, ada banyak hal,” tuturnya.

Kemudian Adzan Sabil menjelaskan, membahas soal banjir, kadang terlalu jauh berteori. Padahal masalah utamanya ada di hulu, tapi penanganan lebih banyak dilakukan di hilir. Sementara Kota Bima ini, 70 persen gunung dan bukit. Ada pengalihan fungsi lahan selama 15 tahun dilakukan secara massif.

Yang paling tepat dilakukan di Kota Bima untuk pencegahan kata Adzan, yakni sistem pertanian terintegrasi, dan tidak ada pilihan lain. Program ini memberi ruang pada petani gunung untuk menanam tanaman keras. Kendati membutuhkan waktu lama agar mendapatkan hasil, tapi perlu ditanam juga tumbuhan semusim dan beternak, untuk mendapatkan hasil yang tidak membutuhkan waktu lama.

Haris Dinata juga memberikan perspektif berbeda sebagai bentuk penanganan. Program yang perlu dilakukan bukan saja 5 meter membuat sempadan sungai pada bagian hulu dan hilir. Tapi ada kajian lingkungan strategis, atau seperti ditanam pohon bambu di sepanjang sungai.

“Karena pohon bambu juga dapat menahan laju banjir,” terangnya.

Pembicara lain, Muhammad Syahwan justru menyentil soal program pemerintah yang tidak maksimal dilakukan. Salah satu contoh, program Gerhan waktu itu yang tidak berjalan dengan maksimal.

“Kalau ditanya soal ini, semua tergantung pemerintah,” tukasnya.

Sesungguhnya kata Syahwan, banjir ini bukan menjadi polemik lagi. Tapi mestinya sudah bisa diatasi oleh pemerintah. Kemudian meningkatkan koordinasi antar dinas untuk penanganan yang terintegrasi.

H Rasyid pengamat di Kota Bima menuturkan, banjir itu identik dengan bencana, tapi bencana itu tidak hanya banjir, ada juga angin puting beliung, kemarau serta kekeringan.

“Banjir ini paradoknya kemarau. Mengatasi banjir ini, bagaimana air yang lebih bisa membawa hal positif, bukan negatif, itu yang harus dipikirkan bersama,” ujarnya.

Rasyid juga memikirkan bagaimana jaringan-jaringan jalur primer bisa dihidupkan kembali, agar bisa mengurangi debet air di sungai.

“Menurut saya ini menjadi salah satu solusi,” tambahnya.

Para Pakar Bicara Apa dan Bagaimana Tentang Banjir di Kota Bima - Kabar Harian Bima
Talkshow soal penanganan banjir di Fuda Cafe. Foto: Bin

Magister Geologi, Taufikurrahman yang berkesempatan hadir juga menuturkan, bicara banjir jangan hanya bicara alih fungsi lahan. Karena ada indikator lain yakni litologi atau berapa besar serapan air.

“Pak Syahwan tadi sudah menyampaikan gambaran, mestinya ini menjadi fokus penanganan yang perlu dilakukan,” jelasnya.

Yang dilakukan juga lanjut Taufikurrahman, tidak hanya membangun bangunan air di wilayah hulu, tapi perlu juga memikirkan soal sedimentasi.

“Jadi ada pencegahannya soal banjir, tapi tidak hanya fokus di urban hilir. Tapi di hulu tidak banyak yang dilakukan. Karena pertanyaan sekarang, seberapa besar mengeliminasi banjir,” tandasnya.

Giliran Budayawan Bima, N Marewo secara singkat memberikan sudut pandang yang berbeda. Dirinya, jika melihat gunung bukan sebagai gunung, tapi makhluk, sama seperti sungai dan tanaman yang sama ciptaan Allah SWT. Dan setiap makhluk berdzikir.

“Mungkin kita harus melihat dengan mata batin, jangan dengan mata telanjang,” sarannya.

Kepala Bappeda Kota Bima Adisan saat diberi kesempatan bicara, mengungkapkan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah. Seperti peningkatan kapasitas sungai, kemudian program ketahanan dari kementerian dan sejumlah program lain sebagai bentuk penanganan.

“Saat ini, beberapa program itu on proses,” terangnya.

Hingga malam ini, proses diskusi masih terus berlanjut. Beragam solusi disampaikan pembicara dan undangan yang hadir. Tujuannya satu, bagaimana banjir dahsyat sebelumnya tidak kembali menerjang Kota Bima.

*Kahaba-01