Kota Bima, Kahaba.- 3 orang pegawai tetap PT BPR Pesisir Akbar Bima masing-masing Feri Irawan, Haryono, dan Matrape, yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun, resmi diberhentikan secara sepihak oleh manajemen tanggal 10 Februari 2025. Keputusan ini memicu kontroversi lantaran dianggap cacat hukum dan tidak memanusiakan pekerja.

Zuhal Akbar dari Kantor Hukum SGA Law Firm, selaku kuasa hukum 3 orang tersebut mengatakan, Surat Keputusan PHK yang diterbitkan masing-masing bernomor 06-001/SKD/II/2025, memuat alasan yang meragukan: perusahaan merugi, force majeur, dan efisiensi, dengan mengutip Pasal 47 Peraturan Perusahaan PT BPR Pesisir Akbar.
“Alasan yang multitafsir ini dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja Jo PP 35 Tahun 2021, yang mengatur secara tegas perbedaan dasar PHK dan konsekuensi hak pesangon,” ujarnya kepada media ini, Rabu 9 April 2025.
Diakui Zuhal, ketiga pekerja telah mengirimkan dua kali somasi kepada manajemen, masing-masing tertanggal 22 Februari 2025 dan 3 Maret 2025. Namun, hingga kini tidak mendapat tanggapan.
Alih-alih merespons secara hukum, manajemen justru mengubah alasan PHK secara sepihak di tengah proses. Dalam SK baru tertanggal Maret 2025, Feri Irawan dan Haryono diberhentikan dengan alasan baru, yakni kesalahan berat.
“Perubahan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai konsistensi dan legalitas kebijakan manajemen,” sorotnya.
Kata dia, upaya mediasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bima tanggal 18 Maret dan 8 April 2025 juga gagal mencapai titik temu. Manajemen bersikukuh hanya akan memberikan kompensasi 2 kali gaji untuk Feri dan Haryono, serta 4 kali gaji untuk Matrape.
“Tentu saja ini jauh dari ketentuan hukum yang berlaku,” tutur Zuhal.
Ia menyatakan bahwa saat ini mereka tengah menunggu terbitnya risalah anjuran dari Disnaker sebagai syarat formil untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Mataram hingga ke Mahkamah Agung jika diperlukan.
“Yang kami sesalkan, selama belasan tahun bekerja, klien kami tidak pernah menerima upah lembur, gaji di bawah UMK, dan tak pernah ada kenaikan gaji tahunan. Ini adalah potret buram dunia ketenagakerjaan, apalagi yang melakukan ini adalah perusahaan milik pemerintah,” sesalnya.
Lebih jauh sambung Zuhal, mereka juga menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Bima sebagai pemegang saham mayoritas BPR Pesisir Akbar, yang hingga kini belum mengambil langkah apapun terkait perlakuan terhadap mantan pegawai tersebut.
“Sudah dua bulan mereka kehilangan pekerjaan dan kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga. Kami minta Pemerintah Daerah tidak tutup mata atas penderitaan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur PT BPR Pesisir Akbar Bima, Asti yang dikonfirmasi menegaskan, langkah yang diambil oleh manajemen bukanlah bentuk pemecatan sepihak, melainkan keputusan yang sudah melalui proses panjang dan sesuai prosedur yang berlaku.
Asti menjelaskan, kondisi internal BPR saat ini sedang tidak baik-baik saja. Karena itu, manajemen telah secara rutin melakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan terkait kemungkinan adanya efisiensi dan perampingan struktur pegawai.
“Kami tidak serta-merta memecat. Selama ini kami lakukan pendekatan secara internal, termasuk menyampaikan bahwa kondisi perusahaan tidak sedang baik-baik saja. Semua karyawan tahu itu,” tegasnya.
Terkait tiga karyawan yang diberhentikan, yakni Feri Irawan, Haryono, dan Matrape, Asti menyebut mereka telah melalui serangkaian pembinaan, termasuk pemberian Surat Peringatan (SP) 1 hingga SP 3.
“Mereka sudah diberi waktu dua tahun untuk memperbaiki diri, tapi tidak ada perubahan. Banyak pekerjaan tidak mencapai target, dan bahkan ada dugaan tindakan yang merugikan perusahaan secara finansial,” jelas Asti.
Ia juga menyebut adanya indikasi fraud yang dilakukan oleh karyawan tersebut, serta rendahnya kedisiplinan kerja seperti tidak hadir dan tidak melakukan absensi.
“Sudah kami panggil, sudah kami ajak bicara dalam forum resmi. Tapi tetap tidak berubah. Jadi ini bukan keputusan sepihak, melainkan hasil pembahasan manajemen yang berlangsung berbulan-bulan,” tambahnya.
Menurut Asti, keputusan ini diambil untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian yang terus membesar. Ia pun menyayangkan jika tindakan ini dianggap sebagai pemecatan semena-mena.
“Surat PHK bukan dibuat tiba masa tiba akal. Kami pikir, keputusan ini sudah tepat dan sesuai prosedur. Kami bertanggung jawab atas langkah yang diambil,” tegas Asti.
*Kahaba-01