Opini

Peluang Sambori Sebagai Desa Wisata

736
×

Peluang Sambori Sebagai Desa Wisata

Sebarkan artikel ini

Menuju Kemandirian Ekonomi Masyarakat Lokal Kabupaten Bima

 Oleh : Zulharman
Zulharman
Zulharman

Opini, Kahaba.- Desa Wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang dan lingkungan desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, ekologi, akomodasi, makanan-minuman, cindera-mata, dan kebutuhan wisata lainnya.

Kekayaan dan keindahan alam serta potensi sumberdaya alam hayati yang dimiliki Kabupaten Bima Khususnya Desa Sambori merupakan aset yang sangat potensial untuk bisa dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat banyak khususnya masyarakat Lambitu dan Sambori dalam bidang pariwisata.. Berbagai keunikan budaya yang dilengkapi dengan tumbuhan dan pesona alam yang yang khas, serta landscape nya mampu menarik minat wisatawan baik dari mancanegara maupun wisatawan lokal.

 

Sambori sebagai desa etnotourim

Desa Sambori memiliki karakteristik yang berbeda dengan desa-desa atau tempat lain di Bima, baik itu secara aktifitas masyarakat, karakter alam dan budaya yang dimiliki masyarakatnya. Faktor ini seharusnya bisa dijadikan sebuah nilai jual dalam kegiatan pariwisata di Bima. Dalam optimalisasi yang berkaitan dengan etnotourisme harus memiliki prinsip-prinsip sebagai daya tarik sehingga tujuan wisatawan dapat terakomodir dengan baik dan dapat memuaskan wisatawan.

Wisatawan khususnya wisatawan budaya memiliki motivasi-motivasi yang khas dibandingkan wisatawan lain, wisatawan jenis ini ditandai dengan adanya rangkaian untuk belajar dan studi di pusat-pusat pengajaran dan penelitian, mempelajari adat istiadat, kelembagaan dan cara hidup etnik lain, mengunjungi monumen bersejarah peninggalan peradaban masa lalu atau sebaliknya penemuan masa kini,  mengunjungi pusat-pusat kesenian, pusat-pusat keagamaan, ikut serta dalam festival-festival keagamaan, seni musik, teater, tarian rakyat dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa inventarisasi yang dilakukan menunjukan bahwa Desa Sambori meiliki 30 atraksi etnis yang sangat bisa untuk menarik wisatawan. selain itu Sambori juga memiliki rumah atau bangunan yang khas arsitekturnya yaitu Uma Lengge. Uma Lengge merupakan salah satu rumah adat tradisional yang dibuat oleh nenek moyang suku Bima (Mbojo) sejak zaman purba. Sejak dulu, bangunan ini tersebar di wilayah Sambori, Wawo dan Donggo. Secara umum, struktur Uma Lengge berbentuk kerucut setinggi 5-7 m, bertiang empat dari bahan kayu-kayu pilihan, beratap alang-alang yang sekaligus menutupi tiga perempat bagian rumah sebagai dinding dan memiliki pintu masuk dibawah. Uma Lengge terdiri dari 4 lantai, yaitu lantai dasar (kolong) atau Ground Floor yang berfungsi sebagai tempat menyimpan ternak. Lantai pertama digunakan untuk menerima tamu dan kegiatan upacara adat. Lantai kedua berfungsi sebagai tempat tidur sekaligus dapur. Sedangkan lantai ketiga digunakan untuk menyimpan bahan makanan seperti padi, palawija dan umbi-umbian.

Sambori juga memiliki banyak tradisi antara lain tradisi untuk menyambut tamu yaitu Tradisi Tapa Gala. Cara penyambutan Tamu di Sambori cukup unik. Jika di daerah lain umumnya mereka menabur beras kuning, tapi di Sambori memiliki tradisi Tapa Gala (Tapa berarti Tahan, Gala berarti Bambu). Tapa Gala adalah menahan dengan bambu. Dalam tradisi ini, warga Sambori menahan para tamu yang mengunjungi desanya dengan meletakan bambu muda sepanjang 3 meter atau selebar jalan yang akan dileawati. Kemudian, salah seorang tetua adat memberikan sebuah parang kepada ketua rombongan tamu dan dipersilahkan untuk memotong bambu muda tersebut. Setelah bambu terpotong, maka para tamu sudah bisa memasuki kampung (Desa). Tradisi Tapa Gala bagi masyarakat Sambori dimaksudkan sebagai sebuah penghormatan kepada Tamu untuk memotong dan menebas segala halangan rintangan yang terjadi selama berkunjung di Sambori. Tapa Gala juga sebagai symbol kebersamaan antara pendatang dengan warga Sambori. Dalam prosesi pernikahan juga Tapa Gala dilakukan ketika rombongan calon pengantin pria memasuki Sambori. Tetua adat dan keluarga calon pengantin wanita menahan para Tamu dengan membentangkan Bambu untuk dipotong. Sebelum pemotongan bambu, dua belah pihak sambil melempar pantun yang memikat. Selanjutnya Bambu dipotong oleh ketua rombongan untuk memasuki tempat Jambuta (Pesta).

     Keunikan yang lain masyarakat Sambori juga terlihat dari tata cara berpakaian atau busananya. Tata cara berpakaian, bentuk serta warna dan seni aksesorisnya harus sesuai dengan etika dan estetika masyarakat. Bentuk dan warna pakaian beserta kelengkapannya mengundang nilai luhur lagi mulia, harus mampu disosialisasikan oleh si pemakaianya. Pakaian adat  masyarakat Sambori agak berbeda dengan pakaian adat suku Bima- Dompu pada umumnya. Dengan kekhasanya, masyarakat Sambori ternyata mampu tampil beda. Ada perbedaan yang jelas antara pakaian sehari – hari dengan resmi, laki – laki dan wanita bahkan remaja dan orang tua. segala kekhasan dan keunikan tersebut merupakan daya tarik pariwisata yang sangat baik untuk dikembangkan.

 

Sambori sebagai desa ecotourism

Berada di ketinggian 500 sampai 800 Meter di atas permukaan Laut, Sambori dan Sekitarnya merupakan desa yang berudara atau berhawa dingin serta memiliki pemandangan alam desa yang sangat memanjakan mata yang terdiri dari pucuk-pucuk bukit serta lembah. Sejauh mata memandang juga terlihat teluk Bima dan teluk Waworada dari atas pemukiman masyarakat Sambori.

Selain itu pula Sambori sangat cocok untuk budidaya tanaman-tanaman obat seperti Jahe, Kunyit, Lengkuas, Mengkudu, Temulawak, Kumis Kucing, Kencur, Bangle, Tempuyang dan lain-lain. Tanaman ini disamping tumbuh secara liar di pegunungan Lambitu, juga diupayakan dan dikembangkbiakkan oleh masyarakat. Yang paling banyak dikembangkan warga disamping bawang putih dan padi adalah Kunyit dan Tempuyang.

Sejak dulu, orang-orang Sambori memang terkenal sebagai penjual Kunyit dan Tempuyang bahkan sampai di kota Bima dan Dompu. Sekitar 20 Hektar lahan tegalan di Sambori dimanfaatkan warga untuk menanam kunyit. Ada juga sekitar 7 Hektar lahan yang dimanfaatkan untuk menanam Tempuyang.

Proses produksi dan pemasaran warga Sambori terhadap tanaman obat ini masih sangat sederhana dan  tradisional yaitu dengan menjajakan dari kampung ke kampung, disamping dimanfaatkan untuk kebutuhan pribadi, oleh karena itu perlu untuk pengembangan yang berkelanjutan sehingga menjadi ikon ekonomi masyarakat Desa Sambori ke depannya.

Peluang Pariwisata Sambori

Posisi Kota dan Kabupaten Bima yang berada pada jalur “Segi Tiga Emas” Pariwisata di kawasan timur Indonesia yaitu Bali dan Lombok di sebelah Barat, Komodo dan Flores di sebelah timur serta Tanah Toraja di sebelah utara sangat strategis bagi upaya pengembangan kepariwisataan. Berdasarkan data Dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Bima. jumlah wisatawan domestic maupun mancanegara yang berkunjung ke Kabupaten Bima pada 2012 adalah 11.585 orang, terdiri dari 11.375 wisatawan domestic dan 210 wisatawan mancanegara.

Potensi etnotourism dengan berbagai jenis atraksi budaya sebenarnya merupakan sumber inspirasi serta semangat bagi seluruh komponen daerah untuk mengembangkan sektor pariwisata. Disisi lain, diharapkan pula bagi para pemilik modal (investor) yang bergerak di bidang kepariwisatawaan dapat melihat peluang untuk menanamkan modalnya.

Keindahan alam dan keanekaragaman adat dan budaya daerah merupakan modal dasar yang dapat dikembangkan menjadi produk wisata yang menarik bagi wisatawan. Namun demikian, modal dasar tersebut dapat dibarengi dengan promosi aktif kepada Investor dan Wisatawan dalam dan luar negeri, dengan menawarkan suasana yang kondusif serta fasilitas dan infrastruktur yang memadai untuk menuju ke lokasi objek wisata di Kabupaten Bima, peran pemerintah Kabupaten Bima sangat diharapkan dalam hal ini.

Selain beberapa hal tersebut di atas, fenomena yang terjadi saat ini adalah bahwa ecotourism tidak hanya menjadi issue nasional tetapi juga mendunia. Ecotourism dipandang sebagai suatu bentuk industri yang sangat penting baik dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan maupun pelestarian alam, seperti yang dibahas dalam WES (World Ecotourism Summit) di Quebec yang menghasilkan prinsip pemikiran deklarasi Quebec.  Diantara adalah bahwa ecotourism mencakup prinsip pariwisata lestari dengan adanya dampak terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan, namun juga memiliki prinsip-prinsip tertentu berupa memberi sumbangan aktif bagi pelestarian alam dan budaya, melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan ecotourism serta berperan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain hasil deklarasi Quebec, ahli pariwisata dan konservasi juga mulai merumuskan berbagai konsep ecotourism yang ideal dan bisa diterapkan dengan tepat, guna menyikapi berbagai wacana yang muncul. Ecotourism merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan ekonomi dan sosial. Secara khusus di kawasan pelestarian alam dan pegunungan sebagai pelestarian sumber air, seperti halnya pengunungan Lambitu Kabupaten Bima, bahwa untuk mengurangi tekanan terhadap hutan oleh masyarakat maka masyarakat lokal dapat diberdayakan (community empowerment) dalam kegiatan ecotourism.

Pengembangan ecotourism di masyarakat sekitar hutan atau pegunungan seperti Sambori dapat meningkatkan kualitas kehidupan dalam masyarakat (bidang ekonomi) dan mengkonservasi warisan alam dan budaya. Dalam Pertemuan Ekoturisme Dunia yang berlangsung di Quebec Kanada, disimpulkan bahwa ecoturisme diyakini sebagai pendekatan yang paling tepat dalam menggabungkan langkah-langkah pembangunan lingkungan berkelanjutan dengan industri wisata yang diharapkan dapat mengangkat kualitas hidup masyarakat setempat.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa konsep ecotourism merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata yang ramah lingkungan dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai salah satu pelaku wisata dan sudah seharusnya masyarakat lokal mendapatkan dampak positif dari kegiatan ecotourism. Alur berpikir yang paling mudah mengapa dalam penerapan ecotourism perlu melibatkan masyarakat lokal adalah bahwa kecil kemungkinan berbagai kegiatan yang merusak sumberdaya alam dapat diminimalisir tanpa meningkatkan kualitas kondisi sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Oleh karena itu, agar dapat mencapai sasaran dan tujuan yang tepat yaitu terciptanya sumberdaya alam yang lestari dan meningkatnya kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat maka dalam penerapan ecotourism sudah seharusnya melibatkan masyarakat lokal. Dari kegiatan ecotourism diharapkan terjadi perubahan yang signifikan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat lokal.  Pelibatan masyarakat ini tentu saja tidak bisa lepas dari pihak-pihak lain yang terkait atau stakeholder  yang menjadi satu kesatuan organisasi.

Ketika masyarakat sudah dilibatkan secara aktif maka dengan sendirinya akan muncul rasa memiliki di dalam upaya konservasi sumberdaya alam melalui kegiatan wisata alam. Partisipasi masyarakat lokal ini bisa menjadi key point dalam pengembangan ecotourism sekaligus dapat memotivasi mereka untuk lebih bertanggungjawab terhadap pemeliharaan lingkungan dan pelestarian alam serta budaya.

Tentunya dalam pelaksanaan kegiatan tersebut harus menekankan pada keseimbangan penggunaan sumberdaya alam dengan usaha-usaha konservasi yang berkelanjutan (suistanable). Untuk mem-folow up hal ini tentu saja dibutuhkan suatu teknik dan upaya Pemerintah dalam rangka menumbuhkan semangat dan partipasi masyarakat lokal yang menjadi titik balik pengembangan pariwisata Kabupaten Bima ke depan dan dalam rangka mewujudkan cita-cita Gubernur NTB “VISIT LOMBOK SUMBAWA 2 JUTA WISATAWAN TAHUN 2015”. Aminnnn !!.

 

* Penulis adalah Dosen Prodi Kehutanan  Fak. Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, putra asli Bima