Kabupaten Bima, Kahaba – Menyikapi maraknya permintaan bantuan sosial yang dilakukan oleh kelompok atau perorangan yang mengatasnamakan lembaga amal, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bima menggelar sosialisasi. Esensi kegiatan yang dilaksanakan Sabtu (30/11/13) itu, agar masyarakat mengetahui dan memahami aturan dan mekanisme terkait bantuan sosial.
Sosialisasi dihadiri sejumlah Kepala desa (Kades), Ormas, dan lembaga pemerintah lainnya. Dalam sosialisasi itu menegaskan, permintaan sumbangan dalam bentuk uang atau barang oleh individu, organisasi kemasyarakatan (Ormas), lembaga pemerintah, dan lembaga amal lainnya, harus sesuai mekanisme dan aturan.
Bahkan, tiket masuk dalam suatu acara pun ada aturan yang harus dipenuhi. Hal itu berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang atau barang.
Kepala Dinsos Kabupaten Bima, Abdul Wahab, SH, menyampaikan jika pemerintah melalui Dinsos menerima surat dari Kementerian Sosial (Kemensos) terkait Yayasan Amalilah. Dalam surat tersebut, Yayasan Amalilah ternyata tidak meminta uang atau sumbangan kepada siapapun. Surat tersebut dirasa penting, karena masyarakat sudah resah dengan orang-orang yang secara individu membawa brosur untuk tujuan meminta bantuan sosial.
Menurut Wahab, Yayasan Amalilah merupakan yayasan yang memberikan sumbangan berupa sembilan bahan pokok (Sembako) pada masyarakat yang tergolong tidak mampu. Yayasan Amalilah tujuannya memang murni bagi masyarakat tidak mampu.
Tidak saja surat dari Kemenkes, Wahab juga mengaku menerima surat dari Yayasan Amalilah. Isi suratnya menegaskan, jika mereka tidak pernah meminta sumbangan sosial pada orang lain. “Yayasan Amalillah murni untuk kegiatan sosial, mereka hanya memberikan bantuan kepada masyarakat tidak mampu,” tegas Wahab.
Diharapkannya, peserta sosialisasi dapat melanjutkan informasi itu kepada masyarakat. Sehingga diketahui ada aturan dalam setiap kegiatan mengumpulkan uang atau barang dari masyarakat.
Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Bima, Rahmatullah, SH, menjelaskan, pengumpulan uang atau barang sesuai aturan adalah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial. mental/agama/kerohanian, kejasmanian, dan bidang kebudayaan.
Kata dia, kegiatan pengumpulan uang atau barang yang jika dilakukan dalam lingkungan terbatas seperti sekolah dan keagamaan, untuk tujuan kegiatan gorong royong, dan bersifat dadurat, tidak diwajibakan oleh hukum. Karena sifatnya terbatas dan untuk kepentingan umum.
Menurut Rahmatullah, kegiatan pengumpulan auang atau barang yang wajib sesuai aturan hukum harus memenuhi beberapa syarat. Diantaranya, organisasi yang akan melakukan kegiatan harus berbadan hukum dan menadapatkan ijin dari pemerintah setempat. Misalnya kegiatan pacuan kuda, motocross, sepak bola, dan layar tancap. “Itu harus memegang dua ijin. Dari pihak Kepolisian untuk ijin keramaiannya dan pengumpulan uang tiket dari pemerintah,” jelas Rahmatullah.
Jika salah satunya tidak tersedia, kata dia, maka kegiatan tersebut dinyatakan tidak sah (ilegal). Demikian dengan ticket masuk yang dibayar oleh pengunjung, wajib mencatumkan Dinas Pendapatan Daerah.
Ditegaskannya, jika dalam tiket hanya mencantumkan nama kegiatan, patut dipertayankan. Berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1961, bagi siapapun yang menyelenggarakan pengumpulan sumbangan sosial tanpa ijin dari pejabat berwenang, merupakan tindak pidana dan dapat dipidana penjara selama satu tahun.
Pemerintah, lanjut Rahmatullah, dalam hal ini telah membentuk Tim Sembilan yang dipimpin langsung oleh Kepala Daerah. Anggotanya diakomodir dari perangkat pemerintah lainnya, dari unsur TNI/Polri, dan lembaga keagamaan. “Tugas Tim Sembilan adalah khusus untuk menganalisa setiap permohonan ijin pengumpulan sumbangan sosial, baik barang maupun uang,” terangnya.
Dikatakan Rahmatullah, sesuai aturan pemerintah dapat menolak atau menerima pengajuan permohonan ijin, setelah melakukan analisa dan penelitian. “Artinya, untuk mengumpulkan sumbangan sosial harus sesuai aturan perundang-undangan,” tandasnya. *DEDY