Kota Bima, Kahaba.- Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima Widagdo Mulyono Petrus memberikan pandangan soal lahan relokasi di Kelurahan Sambinae. Kejari sendiri diundang dan hadir untuk membahas persoalan rencana pembelian tanah tersebut.
Kepada media ini Widagdo menjelaskan, ketika awal pra perencanaan, saat rapat rencana pengadaan tanah untuk relokasi warga yang terdampak banjir, Pemerintah Kota Bima memiliki rencana untuk penataan. Oleh karena itu, turun lah anggaran untuk pengadaan tanah.
Dirinya selaku FKPD peserta rapat waktu itu, pernah menyampaikan agar hati—hati untuk mencari harga tanah sesuai taksasi harga yang ditentukan oleh apresal dan harus memiliki tolak ukur. Karena jika urusan pembelian dan penjualan tanah yang berkaitan dengan pemerintah, mark up dan mark down sudah menjadi ciri umum dan ciri khas, yang mengarah ke perbuatan korupsi.
“Saya sudah memberikan warning agar pengadan tanah ini bisa berjalan dengan baik,” ujarnya, kemarin.
Kemudian kata dia, pencarian tanah untuk relokasi, kejaksaan tidak pernah dilibatkan. Padahal waktu itu pihaknya sudah tawarkan untuk Tim Pengawal, Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D). Sehingga saat pemerintah melalui dinas terkait membentuk tim untuk mencari lokasi tanah, jaksa juga tidak dilibatkan. Sehingga tidak ada rem dan kontrol terhadap masalah hukum dan masalah yudisial.
Setelah urusan pembelian tanah selesai, sekarang untuk rencana pembangunan rumah tersebut kejaksaan kembali dilibatkan untuk pendampingan, pengawalan, pembangunan, tapi ini bukan soal tanahnya tapi soal rencana pembangunan perumahannya.
“Jadi tentang pengadaan tanah tersebut kami tidak ada beban sama sekali. Kami menganggap semuanya berjalan dengan lancar,” katanya.
Widagdo mengaku, keberadaan jaksa hanya bersifat tentatif dan berdasarkan permintaan untuk melakukan pendampingan. Saat itu juga pihaknya memberikan petunjuk tentang ruang perdata dan tata usaha negara yang membidangi keperdataan yang berkaitan dengan tanah. Jika dibutuhkan, pintu kejaksaan terbuka lebar bagi pemeerintah untuk membahas soal maslaah hukumnya.
Mengenai kondisi lahan yang sudah dibeli oleh pemerintah di Kelurahan Sambinae sambungnya, menyimpulkan tidak layak dan berfungsi itu terlalu dini. Karena lahan itu bisa diolah, direkayasa teknik, bisa dibuat rancang bangun yang benar.
Dijelaskannya, menurut hukum UU Agraria, jenis tanah terbagi menjadi 2. Pertama jenis persil sawah meliputi ladang, lahan pertanian dan pegunungan. Kemudian jenis persil pekarangan. Jika jenis sawah, maka perlu dilakukan pematangan lahan. Namun tugas itu, bukan kewajiban pemerintah. Melainkan tugas dari penjual tanah.
Kemudian jenis persil pekarangan, menurut informasi yang diperolehnya tidak ada istilah pematangan lahan, karena jenis persil pekarangan merupakan lahan yang rata dan siap dibangun. Untuk hunian.
“Yang saya dengar informasi, pematangan lahan itu menjadi urusan penjual tanah. Pemerintah daerah tidak ada kewajiban untuk mematangkan lahan tersebut. Penjual yang menyiapkan lahan dan menerima harga pembayaran lahan, maka bertanggungjawab untuk pematangan lahan,” jelasnya.
Terhadap proses lahan relokasi tersebut Widagdo menambahkan sejauh ini belum ada lagi koordinasi dan rapat dengan Pemerintah Kota Bima. kendati demikian, pihaknya berharap semua bisa berjalan agar warga yang terdampak banjir bisa segera menempati hunian baru di lokasi relokasi.
*Kahaba-01