Kota Bima, Kahaba.- Wadu Ntanda Rahi merupakan legenda masyarakat Bima. Bercerita tentang seorang suami yang pergi berlayar meninggalkan istri. Suami yang tak pulang-pulang terus saja dinanti kehadirannya. Karena begitu lama, sang istri yang berdiri menanti tiba – tiba berubah menjadi batu. Kisah ini bercerita tentang kesetiaan sang istri yang menanti kepulangan sang suami.
Dalam bahasa Bima, Wadu berarti Batu, Ntanda berarti memandang atau melihat, Rahi berarti Suami. Secara kalimat, Wadu Ntanda Rahi berarti batu yang memandang suami. Kini, Wadu Ntanda Rahi telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bima melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai lokasi obyek wisata.
Tidak sulit mengunjungi obyek wisata tersebut, karena berada di gunung Bedi, yang berada ditengah Kota Bima. Menuju ke lokasi batu yang disebut Wadu Ntanda Rahi pun tidak terlalu membutuhkan tenaga, karena pengunjung cukup menapaki 281 anak tangga.
Hanya saja, ketika tiba diatas bukit tersebut, bayangan lokasi obyek wisata diurus dan ditata dengan baik, tidak terlihat. Yang nampak hanya banyak kayu – kayu seperti semak tumbuh diantara sejumlah bebatuan yang tersusun.
Diujung anak tangga bagian atas, pengunjung akan menemukan sejumlah batu yang tersusun. Ketika melewatinya, juga terlihat bebatuan yang diameter lebih besar dalam keadan tersusun. Disekitarnya juga terlihat ada beberapa batu yang mengelilingi.
Pada bagian atas, tidak ditemukan papan atau plang yang menunjukan dimana Wadu Ntanda Rahi. Apakah pada bagian puncak, atau batu yang tersusun pada ujung atas anak tangga. Dari dua batu yang tersusun tersebut tidak memperlihatkan bentuk badan manusia yang sedang menanti kehadiran suami.
Wadu Ntanda Rahi mungkin satu satunya obyek wisata yang berada di tengah kota, yang juga mudah dikunjungi. Ketika melewati jalur Taman Ria, terpampang plang ukuran sekitar 1×1 meter, bertuliskan obyek wisata Wadu Ntanda Rahi. Hanya saja, pada bagian puncak, tidak ada terpampang penunjuk dimana batu tersebut berada.
Cerita Wadu Ntanda Rahi cukup melegenda di Bima. Legenda percintaaan anak manusia tersebut mengajarkan tentang kesetiaan seorang istri menanti kepulangan suami yang pergi berlayar. Tidak terhitung waktu yang dilewati, tidak terbalas rasa rindu yang mengguncang. Hingga akhirnya, kesetiaan itu tertanam dan hanya bersemi diatas puncak kerinduan yang membatu.
*Bin