Kota Bima, Kahaba.- Setelah memanggil pihak-pihak terkait, Ketua Pansus Kawasan Amahami H Armansyah bersama anggota masing-masing Nazamuddin, Dedy Mawardi, Taufikurrahman dan Abdul Latif turun meninjau langsung kondisi timbunan di laut setempat, Senin (18/2). Kehadiran mereka didampingi sejumlah warga Kelurahan Dara. (Baca. Gugatan Laut Amahami Ditolak PTUN, Warga Desak Dewan Bentuk Pansus)
Usai meninjau lokasi, Armansyah mengaku, sejak Pansus dibentuk, pihaknya memanggil beberapa pihak, mulai perwakilan Kelurahan Dara, Dinas Perkim, Dinas PUPR, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perizinan Terpadu, Bappeda, Bagian Aset dan pewakilan warga Dara yang mengetahui seluk beluk dan sejarah kawasan tersebut. (Baca. Ini Daftar Nama Warga Pemilik Tanah di Amahami)
Pada pertemuan awal, Pansus meminta data obyek kawasan yang ditimbun dan dikuasai secara pribadi oleh oknum warga. Kemudian mengorek sejauh mana legalitas dan sejarah sehingga tanah negara itu beralih fungsi. (Baca. Pansus Tanah Amahami Dibentuk, Riwayat Tanah Akan Dibongkar)
“Untuk sementara, baru beberapa data yang kami dapat, karena masih banyak lagi yang perlu kami kumpulkan,” ucapnya.
Menindaklanjuti pertemuan awal itu kata Armansyah, Pansus lalu turun melihat langsung kondisi kawasan dimaksud, mencari tahu batas – batas mana saja yang diperkirakan hak milik negara dan hak milik pribadi. Pihaknya sudah melihat dan mengambil catatan penting. (Baca. FKPD Bahas Alih Fungsi Kawasan Amahami, Ini Hasilnya)
Jika dilihat dari kondisi kawasan sekarang sambung duta PKS itu, bicara masalah hak maka harus melihat sertifikat. Apabila sudah terbit sertifikat, artinya warga sudah memiliki hak. Sementara di sisi lain, berdasarkan pengakuan warga Kelurahan Dara, hak memiliki kawasan secara pribadi itu dipaksakan dan melanggar ketentuan.
“Dari hasil tinjau ini, kita belum bisa putuskan. Mana yang benar, apakah negara atau warga yang mengklaim memiliki lahan, nanti proses yang menentukan,” katanya. (Baca. Warga Dara Gigih Protes Kapling Laut Amahami, Dewan Pastikan Bentuk Pansus)
Ia mengakui, saat turun tinjau warga juga memberikan informasi bahwa sertifikat yang sudah terbit di kawasan itu sebanyak 15 lembar. Luas timbunan pun semakin bertambah, karena di sebelah barat jalan baru juga sudah dibangun tempat tinggal.
“Nah, apakah yang ditimbun di sebelah barat jalan baru itu sudah ada sertifikat atau tidak, padahal itu laut, kita akan telusuri,” tegasnya. (Baca. Hakim PTUN Mataram Tinjau Timbunan Amahami, Beberapa Kejanggalan Ditemukan)
Setelah meninjau ini, Pansus kemudian akan memanggil pemilik sertifikat di kawasan Amahami itu bersama BPN. Kemudian dipadukan setiap informasi yang disampaikan, untuk ditelusuri lebih lanjut. Kalau memang terbukti kawasan itu milik negara, maka sertifikat itu akan digugurkan dan harus dikembalikan ke negara.
Disinggung bukankah sudah ada Perda yang mengatur jika itu Ruang Terbuka Hijau (RTH), artinya alih fungsi kawasan Amahami itu melanggar Perda? Armansyah tidak ingin melangkah lebih jauh sebelum penimbunan ini diurai terlebih dahulu.
“Bicara Perda nanti dulu, kita fokus dulu mengenai batas-batas dan timbunan ini,” tepisnya.
Di tempat yang sama, anggota Pansus Dedy Mawardi sedikit mengulas soal lahan 5 Ha milik pemerintah yang sudah dibangun Pasar Amahami. Dulu, saat DPRD dan pihak – pihak terkait turun menentukan batas – batasnya, jalan di sebelah selatan dan barat menjadi batas milik pemerintah.
Namun kondisinya saat ini, timbunan sudah semakin luas melewati jalan. Bahkan di sebelah barat, timbunan cukup luas dan sudah didirikan beberapa bangunan.
“Dari awal kami menduga jalan yang dibangun ini punya tujuan lain,” sorot Dedy.
Dirinya pun menegaskan, untuk persoalan ini meminta kepada dinas terkait untuk tidak mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sepanjang Pansus masih bekerja. Demikian juga kepada oknum warga yang mengambil kawasan itu, untuk tidak sesuka hati membangun dan menambah timbunan.
Guna memperjelas masalah kawasan itu sambung Dedy, Pansus besok akan ke Pemerintah Provinsi NTB untuk konsultasi terkait regulasi tentang kawasan Amahami.
“Kita ingin tahu apa penjelasan dari provinsi,” tuturnya.
Sementara itu, anggota Pansus Nazamuddin menambahkan, dirinya menyampaikan keprihatinan melihat kawasan Amahami saat ini. Di dalam peta yang menunjukan kepemilikan pemerintah daerah seluas 5 Ha, sekarang sudah semakin meluas. Indikasi pembiaran yang dilakukan pemerintah sebelumnya pun disorot.
Menurut Nazamuddin, pada lahan 5 Ha milik pemerintah daerah yang digunakan untuk Pasar Amahami, di sebelah selatan berbasan dengan tanah milik negara. Kemudian sebelah barat batasnya ada beberapa obyek orang di dalamnya yang belum bisa diuraikan siapa pemiliknya. Pada bagian timur juga demikian.
“Hari ini, mestinya di sini semua laut, tapi sudah ditimbun dan menjadi milik masyarakat. Tentu menjadi tugas Pansus untuk menelusuri sejauh mana langkah – langkah yang dilakukan pemerintah sebelumnya dan sekarang, sehingga negara bisa mengambil alih lahan ini sesuai regulasi,” tegasnya.
*Kahaba-01