Kabar Bima

Dugaan Korupsi di Bappeda, Pengembalian Kerugian Negara Tidak Menghapus Terjadinya Tindak Pidana

484
×

Dugaan Korupsi di Bappeda, Pengembalian Kerugian Negara Tidak Menghapus Terjadinya Tindak Pidana

Sebarkan artikel ini

Kota Bima, Kahaba.- Pengamat Kebijakan Publik Doktor Ridwan menilai meskipun ada komitmen dan itidak baik dari Pejabat Bappeda Kota Bima untuk mengembalikan kerugian Rp1 miliar lebih, kepala daerah harus tetap memberikan sanksi administrasi terhadap pihak-pihak yang bertanggungjawab. (Baca. Di Bappeda, Belanja Rp 6 Miliar Lebih Jadi Temuan, Begini Tanggapan BPK)

Dugaan Korupsi di Bappeda, Pengembalian Kerugian Negara Tidak Menghapus Terjadinya Tindak Pidana - Kabar Harian Bima
Pengamat Kebijakan Publik Doktor Ridwan. Foto: Istimewa

“Harus tetap diberikan sanksi administrasi biar publik bisa membedakan mana ASN yang bekerja dengan baik dan ASN yang punya akal bulus,” kata Akademisi IAI Muhammadiyah Bima ini saat dihubungi Kahaba.net, Sabtu (14/7).  (Baca. Temuan Rp 6 Miliar di Bappeda, Dewan Duga Ada Pemalsuan Tandatangan Pejabat Tinggi)

Seperti diketahui, hasil audit BPK ditemukan adanya kerugian negara dalam pengelolaan keuangan daerah di Bappeda Kota Bima senilai Rp1 Miliar lebih tahun 2017. Selain itu, ditemukan juga kesalahan dokumen adiministrasi keuangan senilai Rp5 Miliar, tetapi tidak termasuk kerugian negara. (Baca. Akui Temuan BPK Sebesar Rp 6 Miliar, Begini Penjelasan Kepala Bappeda)

Terhadap temuan ini Doktor Ridwan berpandangan, memang berdasarkan nota kesepahaman BPK dengan Kejaksaan, Kepolisian dan Kemendagri diberikan waktu 60 hari untuk mengembalikan kerugian negara. Karenanya, aturan yang disampaikan Plt Bappeda Kota Bima H Tafsir sudah tepat berdasarkan turunan dari UU Perbendaharaan Negara dan UU Pengelolaan Keuangan Negara. (Baca. Temuan di Bappeda, Wahab: Saya Terima Honor Sekali, SPJ Nama Saya Banyak Sekali)

Pada prinsipnya jelas dia, mengembalikan kerugian negara tidak menghapus terjadinya tindak pidana korupsi. Hal itu merupakan prinsip umum dalam UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2 tahun 2002. (Baca. Penyidik Tipikor Bidik Dugaan SPJ Fiktif di Bappeda)

Namun harus dipahami juga bahwa dalam paket UU Perbendaharaan Negara dan UU Pengelolaan Keuangan Negara bisa ditafsirkan ada pengecualian juga. Sehingga muncullah nota kesepahaman beberapa lembaga negara tersebut.

“Yakni dalam jangka waktu 60 hari sepanjang ada komitmen dikembalikan dan yang bersangkutan ada itikad baik mengembalikannya temuan itu maka hanya dianggap sebagai pelanggaran administrasi,” paparnya.

Dalam rentang waktu itu lanjutnya, TPTGR Kota Bima harus bekerja untuk mengembalikan kerugian negara. Tetapi jika tidak dapat mengembalikan selama 60 hari maka sudah masuk pada ranah tindak pidana korupsi. Kejaksaan dan Kepolisian bisa langsung melakukan penyelidikan.

“Itulah yang menjadi isi nota kesepahaman lembaga-lembaga tadi,” tegas Ridwan.

Soal capaian predikat WTP yang diraih Kota Bima sementara ada temuan kerugian negara, Ridwan mengaku kurang begitu paham bagaimana cara kerja BPK untuk menilai wajar atau tidak wajar dalam pengelolaan keuangan daerah itu.

Meski pada aspek itu ia tidak menguasai, tapi secara umum menurutnya jika sudah ada temuan kerugian semestinya tidak bisa mendapatkan predikat WTP. Namun barangkali BPK punya indikator penilaian lain dari sisi kualitas dan kuantitas pengelolaan keuangan daerah.

“Bisa saja misalnya, kalau kerugian atau penyimpangan pengelolaan itu di bawah bobot 1 persen dari jumlah keseluruhan anggaran daerah maka tetap dianggap WTP,” ujarnya.

Catatan lain yang perlu diatensi sambungnya, temuan tersebut harus menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintah selanjutnya. Hal itu menunjukan bahwa di instansi Bappeda punya masalah dan gairah kerakusan.

*Kahaba-03