Kota Bima, Kahaba.- Proses diversi atau penggantian hukuman terhadap anak berhadapan dengan hukum di Kota dan Kabupaten Bima sejauh ini dirasakan belum maksimal. Karena itu, Lembaga Adat Bima rencananya akan dilibatkan dalam proses penyelesaian kasus anak.
Rencana ini dibahas dalam workshop evaluasi diversi dan penguatan lembaga adat dalam pelaksanaan serta pengawasan daerah di Hotel Mutmainnah, kemarin. Kegiatan ini diadakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTB.
Menurut Divisi Litbang LPA Provinsi NTB, M Imam Purwadi metode diversi harus dikuatkan melalui lembaga adat atau keikutsertaan lembaga adat dalam konteks penyelesaian kasus anak. Sehingga diharapkan kepad aparat penegak hukum seyogyanya melibatkan lembaga adat atau tokoh masyarakat agar penyelesaian kasus anak bisa diselesaikan melalui musyawarah keluarga atau musyawarah lembaga adat yang ada di Bima.
Jadi yang namanya diversi kata dia, adalah pengalihan proses hukum menjadi proses sosial. Karenanya diharapkan peran masyarakat, terutama lembaga adat dalam proses diversi tersebut. Selain itu, Lembaga Adat Dana Mbojo harus dikuatkan kembali dan dihidupkan pada peran dan fungsinya seperti dulu.
“Yaitu mampu menyelesaikan kasus anak tanpa melalui proses hukum. Kami dari LPA berharap, penguatan lembaga adat dalam diversi itu ada wujud nyatanya.,” harap dia.
Soal perangkat jelasnya, di Bima termasuk sudah lengkap untuk melakukan diversi. Persoalannya, hanya pada pelaksanaan diversi yang belum maksimal. Misalnya, dari sisi masyarakat belum paham apa itu diversi, kemudian pada sisi aparat sudah ada perangkatnya tetapi belum maksimal menjelankan amanat diversi.
Pihaknya juga melihat masih ada pengertian berbeda, antara aparat satu dengan yang lain soal diversi. Untuk itu, Ia berharap, LPA di daerah dapat menjadi fasilitator dalam penyelesaian kasus anak. Tidak pada tataran menangani kasus anak, tetapi memahamkan aturan kepada masyarakat agar meminimalisir kasus anak.
Sementara itu, Perwakilan Majelis Adat Bima, Amran mengaku siap mendukung pelaksanaan proses diversi pada anak. Akademisi STKIP Bima ini menyadari, pemberian sanksi terhadap anak berhadaparan dengan hukum haruslah bersifat mendidik dan memulihkan mereka dari perilaku menyimpang.
“Anak adalah warisan tak ternilai harganya dan tidak bisa disalahkan dalam konteks hukum. Kewajiban kita untuk membina mereka dan mengembalikannya ke kondisi normal,” tandasnya.
*Ady