Opini

Membaca Kekalahan Petahana

526
×

Membaca Kekalahan Petahana

Sebarkan artikel ini

Oleh: Herman Effendi*

Membaca Kekalahan Petahana - Kabar Harian Bima
Ketua Harian Tim Pemenangan Paslon Syafru-Ady, Herman Effendi. Foto: Ist

Lepasnya Nasdem dan PAN dari tangan petahana adalah fenomena awal keterpurukan petahana dari sisi dukungan kerja mesin partai politik. Saat yang sama partai koalisi pengusung petahana terbaca dengan terang tidak solid, seperti rendahnya partisipasi perangkat parpol koalisi partai Demokrat, Gerindra, P3, PBB disaat-saat petahana melakukan blusukan. Hanya Golkar yang terlihat solid dan militan walau di masa kontestan berlangsung justeru salah satu Ketua Kecamatan Partai Golkar terang-terangan menyatakan diri keluar dari Partai Golkar yang kemudian ikut berjuang bersama dengan paslon Syafaad

Para suporter tenaga dan modal untuk petahana pada Pilkada 2015, justeru berbalik arah melakukan perlawanan terhadap petahana dalam Pilkada 2020. Fenomena itu terlihat pada sejumlah eks pendukung petahana khususnya di Kecamatan Wera, Woha, Bolo, bahkan Langgudu. Mereka yang semula mendukung petahana kemudian balik badan melawan petahana dan mereka mayoritas pengusaha Bawang, obat-obatan bahkan jajaran birokrasi yang tidak mendapatkan manfaat sama petahana padahal mereka sebelumnya terlibat memberikan dukungan finansial dan dukungan sosial pada petahana saat pilkada 2015.

Secara kultural dan geografis, Wilayah Utara yang meliputi Donggo dan Soromandi tidak bisa lagi diklaim petahana sebagai basis politik dan sosial. Hadirnya Paslon IMAN telah memangkas garis politik primordial petahana di 2015 dan bahkan sebelum itu. Donggo dan Soromandi bukan saja wilayah mahkota bagi Iman tapi juga salah satu peta geogratis yang sejak beberapa Tahun lalu menghukum petahana sebagai penguasa ingkar janji dan mengabaikan tuntutan perbaikan hajat hidup warga Donggo dan Soromandi. Kasus terang-terang Kades Mbawa yang melawan petahana adalah indikator jernih betapa petahana sangat lemah di Donggo & Soromandi.

Sementara Langgudu sebagai wilayah penyumbang suara besar pada petahana di pilkada 2015, sekarang beralih melawan petahana. Kalau kita mengingat bagaimana masyarakat Langgudu membangun Tenda Demonstrasi di Depan Kantor DPRD selama 3 hari yang langsung dipimpin oleh beberapa Kepala Desa dan aktivis yang berasal dari Kecamatan Langgudu. Fenomena ini adalah sebuah memori kolektif bagi Masyarakat Langgudu yang telah menanam benih kekecewaan pada petahana. Sejumlah fakta lapangan juga menunjukan bahwa petahana kian kecil meraih kemenangan pada wilayah Langgudu bagian barat seperti Laju, Rompo, Waworada dan beberapa Desa lainnya.

Sulit pula dipungkiri bahwa Kecamatan Monta khsususnya Monta Dalam sangat jauh dari atensi pemerintahan petahana. Rendahnya atensinsi petahana pada wilayah monta Dalam adalah utang bagi rakyat Monta Dalam untuk melunasinya dengan konsolidasi bersama melawan dan mengalahkan petahana. Hanya saja, Kecamatan Belo adalah peristiwa yang rumit yang susah dijelaskan. Kecamatan Belo adalah kumpulan para militan yang pertama kali melawan petahana. Tetapi dalam pilkada 2020, petahana masih mendapatkan restu yang positif seperti Desa Ncera, Lido, Diha, maupun Soki.

Gambaran yang terurai di atas adalah fakta di depan mata yang sulit sekali bagi petahana untuk melakukan klaim kemenangan. Belum lagi petahana melakukan pelanggaran protokol Covid selama proses kampanye dan blusukan. Dua kali Bawaslu mengeluarkan larangan Kampanye kepada petahana adalah peristiwa yang menggambarkan rendahkan etika publik petahana menjalankan kepatuhan aturan Covid selama musim pandemi berlangsung.

Jadi, satu sisi petahana menghadapi perlawanan dari dalam tubuh parpol koalisi serta berbalik badan militan petahana 2015 kemudian diperkuat rendahkan etika publik petahana mematuhi protokol Covid adalah fenomena yang memberi gambaran keyakinan atas kian besar potensi kekalahan petahana dalam pilkada 2020. Sementara wilayah barat yang pernah memenangkan petahana pada pilkada 2015, kini bergeser ke paslon lain.

Birokrasi maupun perangkat Desa yang digadang-gadang untuk mensuport kemenangan petahana justeru berhadapan dengan arus masyarakatnya sendiri yang menginginkan adanya perubahan dan perbaikan dari sekian banyak ketimpangan pengelolaan pembangunan selama hampir 5 tahun petahana berkuasa. Fakta simpul petahana pada wilayah Sanggar dan Tambora yang beralih mendukung paslon Syafaad adalah situasi politik yang sedang menerangkan kekalahan petahana. Belum lagi operasi sembako yang bersumber dari dana APBD dengan menyertakan spanduk petahana adalah sebuah isyarat yang menerangkan mengecilnya peluang petahana di Kecamatan Sanggar.

*Ketua Harian Tim Pemenangan Paslon Syafru-Ady