Oleh: Adi Hidayat Argubi, S.Sos, SST.Par, M.Si*
Pernyataan Mendikdasmen Abdul Mu’ti bahwa pendekatan deep learning akan diterapkan ke dalam kurikulum nasional yang berlaku saat ini, yaitu Kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka memancing diskusi dan tasfir yang beranekaragam. Istilah Deep Learning menjadi trending topic. Berbagai platform media sosial menyajikan berbagai konten tentang berbagai perspektif dan tasfir terkait pernyataan Menteri ini. Deep learning, mindful, meaningful dan joyful learning menjadi topik hangat konten dan perbincangan warga net. Bahkan sebagian pihak yang alergi dengan kurikulum merdeka era Menteri Nadiem sangat euforia menyambut pernyataan ini karena berpikir akan berganti kurikulum. Di Kota Bima dan Kabupaten Bima berbagai kalangan termasuk guru membahas isu ini dan saling berkomentar diberbagai media sosialnya. Untuk menghindari miskonsepsi, Menteri Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa Deep learning bukan kurikulum dan bukan pengganti Kurikulum Merdeka, melainkan sebuah pendekatan pembelajaran dengan tujuan agar murid benar-benar belajar, memahami prosesnya, memaknai konten, serta menyenangi proses dan konten secara mendalam.
Harapannya adalah pendekatan belajar deep learning, akan menjadikan murid akan selalu on task, baik di kelas dan/atau di lingkungan belajar lain yang sengaja digunakan guru untuk kegiatan pembelajaran mereka. Menurut Abdul Mu’ti, pendekatan deep learning diharapkan mampu membentuk pelajar yang mandiri, inovatif, dan berdaya saing di tingkat global. Ia berpendapat bahwa pendidikan bukan hanya soal menghafal materi, tetapi bagaimana murid bisa menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, konsep ini menekankan pada pembelajaran yang bermakna, di mana murid dilatih untuk berpikir secara analitis, kreatif, dan reflektif.
Menarik apa yang disampaikan oleh Mendikdasmen tentang deep learning ini. Di tengah era globalisasi dan digitalisasi yang semakin maju, dunia pendidikan diharuskan untuk mengikuti perubahan yang berlangsung dengan sangat cepat. Kurikulum, metode pengajaran, hingga evaluasi pembelajaran harus disesuaikan agar dapat memenuhi kebutuhan dan menghadapi tantangan zaman. Salah satu pendekatan pembelajaran yang kini sedang viral adalah deep learning. Konsep ini menjadi perhatian karena dianggap mampu merespons tuntutan pembelajaran abad ke-21 yang lebih rumit, beragam, dan penuh dinamika.
Konsep Deep Learning
Apa itu deep learning? Konsep Deep Learning diperkenalkan oleh Marton dan Saljo Dario Swedia sejak tahun 1976 dan terus berkembang sampai dengan saat ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) saat ini banyak didukung oleh deep learning. Deep learning merupakan salah satu cabang dari kecerdasan buatan dan machine learning yang menggunakan jaringan saraf buatan bertingkat (multiple layer neural networks) untuk menyelesaikan tugas dengan tingkat akurasi yang tinggi (Pengantar Dasar Deep Learning karya Rometdo Muzawi, 2024:29). Dalam dunia pendidikan, konsep deep learning memiliki makna yang berbeda dibandingkan dengan penerapannya dalam kecerdasan buatan. Jika pada teknologi, deep learning merujuk pada pembelajaran mesin dengan jaringan saraf buatan, dalam pendidikan, istilah ini mengacu pada pendekatan yang menitikberatkan pada pemahaman mendalam, kemampuan berpikir kritis, serta kemampuan memecahkan masalah kompleks. Deep learning dalam pendidikan mengarahkan siswa untuk tidak sekadar memahami materi pelajaran secara dangkal, tetapi juga mengupas konsep-konsep secara lebih mendalam dan menghubungkannya dengan situasi praktis di kehidupan nyata.
Mengacu pada Kamus Cambridge, deep learning atau pembelajaran mendalam adalah cara untuk mempelajari sesuatu sehingga sepenuhnya memahami hal itu dan tidak akan melupakan pembelajaran tersebut. Dalam segi komputasi, deep learning adalah sejenis pembelajaran mesin atau proses komputer meningkatkan kemampuan untuk melakukan tugas dengan menganalisis data baru yang menggunakan banyak lapisan pemrosesan data. Menurut Catherine McAuley College, deep learning membuat pelajar mampu berpikir kritis, komunikasi, serta bekerja dengan orang lain secara efektif di semua mata pelajaran. Deep learning membuat murid bisa mengarahkan ilmu dan mengambil hal yang dipelajari untuk diterapkan ke situasi lain sebagai pembelajaran seumur hidup. Dalam pembelajaran mendalam, siswa diajak untuk menelaah fakta dan gagasan baru secara kritis, menghubungkannya ke dalam struktur kognitif, serta membangun berbagai koneksi antara ide-ide yang sudah ada.
Karakteristik dari pendekatan ini meliputi pencarian konsep untuk memecahkan masalah, partisipasi aktif dalam interaksi, pengintegrasian berbagai modul pembelajaran, dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa yang mengadopsi pembelajaran mendalam cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kepercayaan diri, keterlibatan mental, pendidikan yang relevan, serta mampu mengelola waktu dan fokus sesuai minatnya. Guru dalam sistem deep learning memiliki peran penting dengan mendorong partisipasi siswa dalam pembelajaran, menghubungkan materi dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, tidak menghukum kesalahan, menghargai usaha, serta bersikap objektif dalam memberikan penilaian.
Berbeda dengan pembelajaran mendalam, kebalikan dari deep learning adalah surface learning atau pembelajaran permukaan. Pendekatan ini hanya mendorong siswa untuk menerima fakta baru tanpa melibatkan pemikiran kritis. Siswa lebih banyak berfokus pada hafalan, pasif dalam menerima informasi, tidak mendalami materi, dan hanya belajar untuk tujuan ujian. Pada surface learning, siswa kurang mendalami bidang yang dipelajari, memiliki pemahaman yang terbatas, terbebani oleh banyak materi, dan cenderung hanya mengingat informasi tanpa memahaminya. Guru dalam sistem surface learning sering kali tidak memberikan materi secara mendalam, membiarkan siswa pasif, hanya menilai melalui soal-soal isian pendek, serta memberikan banyak tugas tanpa pembelajaran yang mendalam. Contoh nyata surface learning adalah ketika guru menyampaikan materi di kelas, kemudian siswa hanya diminta menghafalnya untuk menghadapi ujian sekolah.
Implementasi Deep Learning
Deep learning ditopang oleh tiga pilar, yaitu mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning yang viral diberbagai platform media sosial akhir-akhir ini. Mindful learning fokusnya adalah pada mengaktifkan, membangun, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Peserta didik distimulasi dengan masalah-masalah yang bersifat kontekstual dan diarahkan untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.
Secara garis besar, mindful learning bertujuan untuk mengasah pikiran peserta didik sehingga pengetahuan dan wawasannya bertambah. Proses ini juga meningkatkan daya kritis dan analitis serta mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah melalui pengalaman langsung, eksperimen, atau praktik nyata. Rasa ingin tahu siswa dihidupkan dengan pendekatan seperti pembelajaran berbasis inkuiri, penemuan, eksperimen, pembelajaran berbasis masalah, atau pembelajaran berbasis proyek.
Proses pembelajaran ini menekankan penguatan kemampuan kognitif, mulai dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Berdasarkan teori Bloom, kemampuan kognitif terbagi menjadi enam level, yaitu C-1 (mengetahui), C-2 (memahami), C-3 (menerapkan), C-4 (menganalisis), C-5 (mengevaluasi), dan C-6 (mencipta). Level C-1 hingga C-3 termasuk kategori kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills atau LOTS), sedangkan level C-4 hingga C-6 masuk dalam kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills atau HOTS).
Dalam mindful learning, berbagai aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik antara lain: Apa saja materi yang sedang saya pelajari? Mengapa saya mempelajari materi tersebut? Bagaimana cara saya untuk mempelajari dan menguasai materi ini? Apa indikator dan alat ukur yang menunjukkan bahwa saya telah menguasai materi yang saya pelajari? Apa inti atau kesimpulan yang bisa saya ambil dari materi tersebut? Dan bagaimana saya dapat melanjutkan pembelajaran untuk memperdalam atau memperkaya pemahaman tentang materi itu?, dan seterusnya.
Meaningful learning pada dasarnya menekankan pentingnya memberikan pengalaman yang berarti bagi peserta didik. Pembelajaran seharusnya bukan hanya tentang pelaksanaan atau penyampaian materi, bukan hanya sekadar menuntaskan materi yang ada, melainkan tentang menciptakan pengalaman belajar yang bermanfaat dan menyenangkan. Pengalaman belajar yang menyenankan dimulai dengan keberadaan guru yang juga menyenangkan. Guru yang dapat merancang dan menjalankan pembelajaran dengan cara yang membuat siswa antusias dan bersemangat mengikuti proses belajar. Mengajar adalah suatu seni. Oleh karena itu, strategi dan pendekatannya sepenuhnya bergantung pada kreativitas guru. Guru diharapkan untuk memberikan yang terbaik dalam mengajar, dengan memanfaatkan berbagai pendekatan, model, strategi, metode, dan teknik. Setelah peserta didik mengalami meaningful learning, mereka dapat melakukan refleksi seperti: apa yang saya pelajari, pengalaman atau hikmah yang saya dapatkan, makna atau inspirasi yang muncul setelah mempelajari materi tersebut? Kemudian, apa langkah selanjutnya yang akan saya ambil setelah mendapatkan pengalaman belajar itu?
Inti dari joyful learning adalah keterlibatan aktif peserta didik, baik secara fisik (hands on) maupun mental (minds on) selama proses pembelajaran. Masalah yang relevan dengan konteks, penggunaan strategi dan metode pembelajaran yang menarik, serta pemberian stimulus yang tepat dan sesuai dengan materi yang dipelajari oleh peserta didik dapat meningkatkan minat dan semangat belajar mereka. Selain itu, pendekatan ini juga menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga aktivitas pembelajaran terasa mengasyikkan bagi siswa. Waktu belajar yang panjang pun tidak terasa karena siswa menganggap belajar sebagai bentuk rekreasi belajar yang menyenangkan. Pertanyaan reflektif untuk mengevaluasi apakah siswa merasakan joyful learning antara lain: Apakah saya merasa termotivasi dan bersemangat dalam mempelajari materi ini? Apakah saya aktif terlibat (hands on dan minds on) selama proses belajar? Dan apakah pembelajaran yang saya ikuti menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi saya?.
Penerapan deep learning di sekolah memerlukan perubahan paradigma dalam proses pembelajaran. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil oleh sekolah untuk mengimplementasikan pendekatan ini: Pertama, pelatihan untuk guru. Sengaja saya menempatkan guru diurutan pertama karena vitalnya peran guru dalam penerapannya. Guru memegang peran penting dalam keberhasilan penerapan deep learning, sehingga pelatihan yang terus-menerus sangat diperlukan agar mereka bisa mengadaptasi metode pembelajaran ini. Pelatihan bisa meliputi penggunaan teknologi, pengembangan soal berbasis kompetensi, hingga teknik pembelajaran yang kolaboratif. Kedua, menyusun kurikulum yang fleksibel. Kurikulum harus dirancang agar memberi kesempatan bagi siswa untuk menjelajahi topik secara mendalam dan lebih merdeka. Guru juga perlu diberikan kebebasan untuk mengembangkan materi yang relevan dengan konteks siswa dan lingkungan mereka. Ketiga, menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung. Sekolah perlu membangun suasana belajar yang kondusif untuk pembelajaran mendalam, termasuk dengan menyediakan fasilitas yang memadai, akses teknologi yang mudah, serta budaya positif sekolah yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Keempat, penerapan metode pembelajaran aktif berpusat pada murid. Metode seperti problem-based learning (PBL), inquiry-based learning, dan project-based learning sangat sesuai dengan pendekatan deep learning, di mana siswa dilibatkan secara aktif dalam proses belajar, tidak hanya pasif menerima informasi.
Untuk mengimplementasikan deep learning, guru perlu memiliki kemampuan untuk keluar dari zona nyaman dan berani mencoba metode baru agar pembelajaran benar-benar berfokus pada siswa. Oleh karena itu, kreativitas, inovasi, dan kemampuan berpikir kreatif menjadi keterampilan penting agar lingkungan belajar menjadi kondusif. Pemanfaatan berbagai sumber belajar dan media pembelajaran juga berperan sebagai pendukung untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan bagi murid.
Peran Guru Dalam Penerapan Deep Learning
Manfaat mengimplementasikan deep learning adalah pertama, murid dapat belajar untuk menilai informasi secara kritis dan mengidentifikasi solusi berdasarkan data dan fakta, Kedua murid mampu menghubungkan pengetahuan teoritis dengan penerapan di kehidupan nyata. Misalnya, memahami prinsip-prinsip yang dipelajari dalam mata pelajarannya dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, Ketiga, murid dapat mengembangkan rasa percaya diri dan keterampilan komunikasi melalui metode diskusi kelompok, eksperimen, atau proyek penelitian. Maka penting peran guru dalam konteks ini menjadi sangat penting sebagai fasilitator.
Menarik apa yang disampaikan oleh Suyanto (Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas 2005-2013) yang menyatakan “Konsep dan teori Deep learning, mindful, meaningful dan joyful learning yang dimunculkan Abdul Mu’ti ini memiliki signifikansi dan relevansi yang amat penting mengingat masih banyak murid sekolah formal menjalani kegiatan belajar di sekolah, tetapi nyatanya tidak belajar. Banyak keluhan anak SD kelas 6 belum mahir membaca teks dalam huruf Latin. Kemampuan murid SMP dan SMA/K dalam literasi, numerasi, dan sains juga masih rendah. Perolehan nilai PISA murid Indonesia juga rendah kalau tidak mau mengatakan jeblok. Oleh karena itu, kehadiran pendekatan belajar deep learning, mindful, meaningful dan joyful learning sangat memberi angin baru bagi proses dan praksis pembelajaran di sekolah kita saat ini dan ke depan, apa pun nama dan bentuk kurikulumnya”. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa konsep deep learning, mindful, meaningful dan joyful yang disampaikan Abdul Mu’ti bukan barang baru, bahkan konsep itu masih banyak dirujuk untuk kajian ilmiah di jurnal internasional bereputasi dan terindeks Scopus oleh para peneliti dunia dalam menganalisis variabel apa yang bisa membuat proses belajar di sekolah berhasil dengan mengutamakan kesejahteraan dan kebahagiaan murid dalam belajar. Jadi ketika Abdul Mu’ti menyodorkan pendekatan pembelajaran ini sungguh merupakan semacam langkah reinventing model belajar yang sudah ada dan jelas-jelas telah menjadi grand theory yang menjadi rujukan banyak peneliti besar dunia untuk memecahkan masalah pembelajaran klasik.
Sangat baik apabila Mendikdasmen menggandeng Guru Penggerak yang telah lulus Pendidikan Guru Penggerak (PGP) selama 6 (enam) bulan untuk membantu mengakselerasi percepatan penerapan deep learning sebagai fasilitator mendampingi guru di daerah menerapkan deep learning dalam pembelajaran sesuai harapannya. Hal ini dimungkinkan karena Guru Penggerak telah menguasai modul-modul terkait pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid serta mumpuni dalam teknik fasilitasi.
Refleksi Guru
Di akhir artikel ini, saya memberikan semangat kepada guru-guru di Kota Bima dan Kabupaten Bima terkait pendekatan yang dianggap “baru” terkait deep learning, mindful, meaningful dan joyful learning bahwa apapun itu semua akan kembali kepada guru. Guru yang mengajar dan guru yang berinteraksi dengan murid di dalam kelas. Guru memiliki peran yang amat penting dalam model pembelajaran apa pun meski di zaman kecerdasan buatan (AI) seperti saat ini. John I Goodlad dalam Bukunya Looking Behind The Classroom mengingatkan kita guru “manakala pintu-pintu kelas sudah ditutup rapat, dan para murid belajar di dalamnya, kepemimpinan instruksional gurulah yang akan menuntun, mengarahkan, murid untuk sukses dalam belajarnya secara menyenangkan”. Yang harus kita renungkan adalah bahwa kegagalan dan ketidakberhasilan kurikulum kita sebelumnya seperti kurikulum Cara Belajar Murid Aktif (CBSA), KTSP, K13 dan mungkin kurikulum merdeka adalah lebih pada ketidaksiapan kita guru merespon perubahan dan tantangan. Saya teringat ketika menjadi Instruktur Provinsi Implementasi Kurikulum 2013 dan harus membimbing/mendampingi guru-guru di Kota Mataram, Lombok Barat dan Kabupaten Bima, saya dihadapkan dengan kenyataan bahwa pelatihan yang diikuti guru tidak serta merta diimplementasikan dikelas tetapi sering kembali ke gaya mengajar mereka sebelumnya. Hal inilah yang saya temui ketika melakukan kunjungan lapangan ke sekolah-sekolah yang gurunya saya dampingi. Semoga pendekatan baru Menteri Abdul Mu’ti memberikan warna baru bagi dunia pendidikan kita…Aamiin
*Guru SMK Negeri 3 Kota Bima, Dosen Universitas Mbojo Bima, Ketua Komunitas Guru Pengerak Kota Bima Angkatan 11