Oleh: Dr. Muhammad Athar Ismail Muzakir, M.E*
Efektivitas integrasi Bantuan Sosial (Bansos) sebagaimana yang tengah didorong oleh Pemerintah membutuhkan dukungan segenap aspek yang bersifat integralistik (satu kesatuan), Selain dukungan kebijakan termasuk petunjuk teknis, anggaran dan sumber daya manusia adalah dukungan data kesejahteraan sosial yang terintegrasi. Salah satu bentuk data yang terintegrasi tersebut adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sebagaimana amanah UU 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Pemerintah dalam hal ini Kemensos telah melakukan ragam terobosan bagi penguatan DTKS baik terkait pemutakhiran data maupun pemadanaan dengan beberapa database instansi lain seperti Database BPJS Ketenagakerjaan, database Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, database Badan Kepegawaian Nasional (BKN) hingga dengan Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (FGD BRIN, 2024).
Meskipun demikian, berdasarkan temuan penulis dalam kajian integrasi bansos, DTKS yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan DTKS masih memiliki beberapa masalah diantaranya adalah terkait aspek verifikasi dan validasi (verivali) dan terkait variabel. Terkait verivali, temuan Ombudsman tahun 2021 adalah masih ditemukan penerima bansos yang ternyata telah meninggal dunia, namun masih tercatat pada DTKS. Fakta lainnya, tidak sedikit temuan bahwa penerima bantuan sosial ternyata adalah orang yang seharusnya tidak berhak menerima bantuan. Adapun terkait variabel DTKS, didalam Permensos Nomor 3 Tahun 2021, DTKS hanya memuat sekitar 19 variabel, dimana variabel Status Kesejahteraan serta Kondisi Sosial tidak lagi ditampilkan. Pengurangan sejumlah variabel ini telah mengakibatkan sejumlah permasalahan dilapangan mulai dari Kesulitan didalam perencanaan, intervensi sasaran, identifikasi kondisi kesejahteraan, penanggulangan kemiskinan, dan kesulitan dalam monitoring evaluasi program.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka timbul pertanyaan kritis, bagaimana upaya/ kebijakan yang perlu dilakukan bagi penguatan DTKS?
Sejatinya, proses Usulan Data Serta Vervali DTKS telah diatur melalui Permensos No. 28/2017 Tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. Didalam peraturan tersebut diatur bahwa mekanisme verivali dimulai dari tahap penyusunan prelist (daftar) awal, menyelenggarakan bimbingan teknis tingkat kabupaten, menyelenggarakan musyawarah desa/kelurahan (Musdes/kel) dan seterusnya sampai tahap akhir yaitu pemeringkatan kesejahteraan rumah tangga, pencetakan daftar, tabulasi dan penyajian data.
Namun berdasarkan hasil pengamatan penulis, ditemukan beberapa kendala dalam verivali yaitu mulai dari masalah ketersediaan anggaran, struktur organisasi verivali hingga ketiadaan Standar Operasional Prosedur (SOP), turut menyebabkan rendahnya tingkat pemutakhiran data ditingkat daerah. Selain itu, verivali melalui Musdes/kel juga belum berjalan efektif. Rasa kurang enak atau ewuh pakewuh dari para pengelola Musdes/kel terutama ketika proses mengeluarkan individu atau keluarga dari DTKS masih sering ditemukan (Lasari, D. dan Ali, H, 2024). Padahal professionalitas pemerintah terutama pemerintah daerah dalam mendaftarkan dan memutakhirkan DTKS merupakan salah faktor kunci bagi keberhasilan integrasi BANSOS di dunia seperti Bolsa Famila Brasil. Dimana program Bolsa Famila ini telah menjadi salah satu rujukan PKH (World Bank, 2017).
Permasalahan kedua terkait DTKS adalah terkait kedalaman variabel DTKS. Pada DTKS yang diatur didalam Permensos Nomor 3 Tahun 2021 sebagaimana tersebut diatas adalah hanya memuat sekitar 19 variabel. Padahal jika melihat Permensos No.5/2019 tentang perihal yang sama, variabel DTKS mencapai 43 Variabel diantaranya adalah data asal, kondisi rumah, sumber air minum, partisipasi sekolah, kesehatan, ijazah, lapangan usaha, status kedudukan dalam pekerjaan utama, kondisi asset, kepemilikan ternak dll. Kalau menengok pada keberhasilan Program Keluarga Harapan (PKH) dalam menurunkan kemiskinan. Diketahui bahwa salah satu faktor keberhasilan PKH adalah karena keberadaan DTKS yang sebelumnya disebut Basis Data Terpadu (BDT) (FGD BRIN, 2024; Amelia AP, dkk, 2022; World Bank, 2017). Karena pemilihan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH didasarkan pada satu basis data terpadu yang diklasifkasi menjadi 3 kategori yaitu: Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), Rumah Tangga Miskin (RTM) dan Rumah Tangga Hampir Miskin (RTHM).
Berdasarkan pengamatan penulis dengan merujuk pada praktek baik Bolsa Familia Brasil serta PKH, maka diantara upaya yang perlu dilakukan bagi penguatan DTKS bagi integrasi Bansos adalah: pertama, meningkatkan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah terutama didalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Musdes/kel. Penguatan pengawasan ini dapat dilakukan dengan memberdayakan modal sosial yang ada di desa dengan melibatkan para ketua RT/RW serta tokoh agama/adat setempat yang disegani. Kedua, sembari mendorong agar supaya proses penambahan variabel DTKS yang saat ini sedang dilakukan pemerintah kiranya dapat segera diselesaikan adalah juga mendorong pemerintah terutama Kementerian Sosial untuk terus meningkatkan koordinasi dengan segenap K/L terkait agar DTKS yang merupakan amanah UU dapat menjadi rujukan utama dalam melaksanakan segenap program bantuan dan/atau pemberdayaan sosial. Semoga dengan dukungan upaya tersebut, efektivitas integrasi data melalui DTKS dalam mendukung efektivitas bansos semakin baik, aamiin.
*Analis Kebijakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dosen Pasca Sarjana UNIS Tangerang