Kota Bima, Kahaba.- Tahun 2019, jumlah penderita penyakit Tuberkulosis (TBC) di Kota Bima terus meningkat. Jika pada 2 tahun sebelumnya hanya 100 lebih orang, namun pada tahun 2019 mencapai 263 orang. (Baca. Di Lokasi Reses, Terungkap Penderita TBC di Kota Bima Sebanyak 263 Orang)
Masalah penyakit ini terungkap saat reses anggota DPRD Kota Bima Dapil Kecamatan Asakota, kemarin. Warga yang mengurainya pun berharap agar pemerintah bisa serius memperhatikan dalam rangka meminimalisir perkembanganya.
Kabid P2PL Dinas Kesehatan Kota Bima Syarifuddin M Said yang dikonfirmasi mengenai penyakit ini menjelaskan, program pengentasan penyakit TBC di Dikes memang sudah lama ada. Hanya belum maksimal dijalankan.
“Kendalanya masalah TBC itu menemukan penderitanya, kalau masalah pengobatan dan seterusnya tidak masalah. Jadi kalau ditemukan penderita, kemudian diberi obat, bisa sembuh,” katanya, Kamis (20/2).
Kendala lain yang ia sebutnya yakni kesadaran masayrakat. Karena di tengah-tengah masyarakat, muncul stigma jika TBC seakan – akan memalukan. Padahal sesungguhnya penyakit TBC tersbeut merupakan penyakit yang biasa. Karena kalau ditemukan penderita dan diberi obat, maka 6 bulan sembuh.
“Pun kendala lain seperti prosedur pemeriksaan yang lama. Karena penderita yang diduga TBC, harus diambil dahaknya untuk diperiksasebanyak 3 kali,” terangnya.
Pada program Dikes sambung Syarifuddin, ada istilah prevalensi. Artinya perhitungan jumlah penderita penyakit tertentu, pada dalam jumlah penduduk tertentu. Sementara TBC, prevalensinya setiap 10 ribu penduduk diperkirakan ada 27 penderit.
Sehingga kendala pada dinasnya, dari target jumlah prevalensi tersebut, pihaknya baru mencapai sekitar 40 persen. Sementara 60 persen itu belum bisa ditemui penderitanya.
“Sedangkan target secara nasional itu di atas 70 persen, tapi kita masih jauh dari target,” ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan, sebenarnya program pengentasan penyakit TBC ini sudah lama menjadi program nasional. Apalagi TBC pada tahun 2020 sudah masuk pada program reduksi secara nasional, untuk mencapai tahun eliminasi pada tahun 2030. Artinya pada tahun tersebut kasus TBC sudah tidak ada lagi.
Disinggung soal anggaran? Dia menjawab bahwa anggaran bukan menjadi kendala utama. Tapi kalau anggarannya diperbanyak, juga lebih baik. Karena pemerintah bisa merentangkan cakupan program agar bisa lebih besar lagi. Sehingga target eliminasi bisa lebih cepat dan tidak mesti menunggu tahun 2030.
“Kalau anggaran banyak juga, jumlah anggota pengelola program tersebut bisa ditambah lebih banyak, agar ujung tombak juga bisa bekerja maksimal. Sehingga target capaian itu bisa lebih cepat,” tambahnya.
*Kahaba-01