Kabupaten Bima, Kahaba.- Akademisi STISIP Mbojo Bima, Abdul Kadir menilai Pesta Demokrasi identik dengan politik uang. Uang dijadikan modal untuk pemenuhan hasrat ingin berkuasa atau menjadi pemimpin.
Praktek tersebut bukan hal yang tabu. Hanya saja sering tidak bisa dibuktikan. Karena perannya terselubung dan dilakukan dengan cara diam – diam. Namun, jika penyelenggara Pemilukada seperti Panwaslu berperan maksimal, maka praktek tersebut bisa dihindari.
“Masa kampanye Pemilukada Kabupaten Bima sudah dimulai. Prosesnya terbuka lebar terjadinya politik uang, karena banyak celah yang bisa dilakukan. Tapi semua tergantung bagaimana pengawasan Panwaslu,” ujarnya.
Untuk mencegah tindakan politik uang, menurut dia, Panwaslu harus memperkuat perangkat pengawasan hingga di Kecamatan dan Desa. Untuk melaksanakan kerja – kerja pengawasan yang maksimal dan tersistematis.
Kata dia, Politik uang sangat berpotensi mengancam masa depan Kabupaten Bima. Karena akan melahirkan pemimpin korupsi. “Jika dibiarkan dan masyarakat juga tidak berpartisipasi melaporkan praktek politik uang. Jalannya roda Pemerintahan nanti akan buruk,” katanya.
Masyarakat pun diminta untuk berani melaporkan adanya praktek politik uang. Jika ada pasangan calon atau tim yang memberikan uang untuk membayar suara, maka jangan dipilih. “Menerima uang untuk mencoblos pasangan calon tertentu, sama saja mencederai demokrasi yang tengah dibangun,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Panwaslu Kabupaten Bima Abullah mengatakan, mengawasi adanya praktek politik uang sudah menjadi tugas Panwas. “Kita tetap mengawal. Politik uang sudah jelas tidak dibenarkan,” ujarnya.
Ia mengakui, sejauh ini belum ada laporan masyarakat yang masuk tentang politik uang. Jika misalnya ada pasangan calon terbukti dan terlibat pada politik uang, maka konsekuensinya didiskualifikasi. “Kita tidak main-main. Jika terbukti, kami akan bertindak dan memberikan sanksi sesuai aturan,” tandasnya.
“Bin/Teta