Kabupaten Bima, Kahaba.- Garis hidup siapa yang bisa mengira. Yang terjadi pun harus diterima dengan lapang dada. Namun hidup tak boleh putus asa, karena Tuhan pasti memiliki rencana yang lebih baik.
Mungkin demikian suara hati yang menancap dilubuk hati Sri Winarni paling dalam. Semenjak suaminya lumpuh karena kecelakaan, ia pun menjadi tulang punggung keluarga. Segala upaya pun dilakukan, agar dapur selalu mengepul, dan kebutuhan sehari-hari tercukupi.
Perempuan warga RT 10 RW 05 Dusun Sarae Desa Rabakodo Kecamatan Woha itu kini kerja serabutan. Mengais rupiah menjadi tukang cuci di tiap rumah warga lainnya. Jika sepi, ia pun jalan ke sekolah – sekolah dan instansi meminta sumbangan, untuk menyambung hidup.
Di temui di rumahnya, Sri mengaku tiga tahun lalu, suaminya mengalami kecelakaan berat. Akibat kecelakaan itu, suaminya Andrias Suprianto mengalami luka serius dibagian kepala dan koma selama dua bulan.
“Selama dirawat di RS Risa Central Medical Mataram, banyak biaya yang keluar untuk kebutuhan operasi. Bahkan, untuk mencukupi uang operasi, kami terpaksa menjual rumah. Tapi, suami saya tidak bisa sembuh,” ujarnya dengan mata berkaca.
Diakuinya, berdasarkan hasil keterangan dokter, suaminya mengalami penyempitan saraf otak kecil. Bahkan, vonis dokter tidak bisa sembuh. Hanya keajaiban dari tuhan saja, suaminya bisa kembali seperti semula.
Kini, setelah semuanya habis dijual, ia tidak bisa berbuat banyak. Separuh hatinya yang mantan pegawai Pegadaian itu sudah lumpuh, dikembalikan ke rumah dan hanya bisa terbaring di tempat tidur.
“Suami saya tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya bisa tidur. Makan disuapin, apalagi buang air. Saya harus menggendongnya karena dia tidak bisa bangun dan bergerak,” ucap Ibu tiga anak itu.
Urusan kepala keluarga praktis menjadi tanggungjawabnya. Ia bekerja keras demi kebutuhan suami dan anak-anaknya. Setiap pagi, Sri keluar rumah, dan harus pulang sore bahkan malam hari, mencari pundi – pundi uang sebagai buruh cuci.
Dari pengahasilannya setiap hari, dibilang cukup juga cukup, pun dibilang kurang pun kurang. Karena pampers yang harus dibeli untuk kebutuhan suaminya mencapai Rp 50 ribu sehari. Sementara rejeki setiap hari, kadang kurang juga kadang lebih.
“Itu baru untuk kebutuhan suami yang terbaring tidak berdaya, belum untuk kebutuhan anak-anak,” urainya penuh kesedihan.
Dulu, dirinya juga pernah mengajukan proposal permohonan bantuan di Pemerintah Kabupaten Bima. Tapi hingga saat ini belum ada realisasinya. Ia pun berharap, dengan pergantian Pimpinan Pemerintah Kabupaten Bima, sedikit tidaknya bisa memperhatikan dan melihat kondisi yang dialaminya.
“Saya benar-benar membutuhkan bantuan pemerintah, seperti modal untuk usaha. Agar bisa kembali membangun ekonomi keluarga,” harapnya.
Meski begitu, Sri tetap terlihat tabah. Dari gesturnya terpancar semangat untuk tetap menjalani hidupnya dengan penuh kesabaran. Biarlah dirinya melukis garis hidup yang sudah ditetapkan, dan Yang Maha Kuasa yang akan memberi warna-warna indah.
Bin