Oleh: Munir Husen*
Hari pertama pelantikan adalah hari paling bersejarah, bahagia bagi anggota dewan dan keluarganya terutama anggota dewan yang baru. Anggota dewan yang terhormat telah tercatat dalam lembaran sejarah parlemen daerah, dan pada hari pelantikan telah beralih statusnya, menjadi anggota legislatif dan hak protokoler melekat pada masing-masing anggota dewan, sepanjang masih aktif menjadi anggota dewan.
Saatnya anggota dewan melaksanakan tugasnya sepenuh hati sesuai dengan sumpah dan janji pada waktu pelantikan, untuk menerima amanat secara konstitusional. Amanat adalah tugas mulia manakala anggota dewan berpihak pada rakyat yang memilihnya. Sebaliknya kalau amanat masyarakat tidak dilaksanakan, maka seperti apa yang dijelaskan di dalam Qur’an Surah Al Anfalayat 27 sebagai berikut: Hai orang beriman janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui. Semua ini tergantung sungguh dari penerima mandat rakyat.
Tugas wakil rakyat adalah mengawal roda pemerintahan. Eksekutif dan legislatif akan bermitra di dalam melaksanakan tugas masing-masing. Kemitraan dewan dengan eksekutif mulai terbangun dan bermertamerfosa sejak wakil rakyat diambil sumpahnya sebagai wakil rakyat. Dewan hanya memiliki tiga (3) tugas pokok yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pemerintahan Daerah yaitu, pertama, eksekutif dan legislatif membahas dan menetapkan bersama APBD, kedua, membahas Peraturan Daerah bersama eksekutif baik yang diusulkan oleh eksekutif maupun atas inisiatif dewan dan ketiga, melaksanakan fungsi Pengawasan (controling). Ketiga hak ini sudah mencakup semua tugas dewan, kalau dilaksanakan sesuai dengan fungsinya maka eksekutif akan mudah dikontrol, selama ini control dewan sangat lemah, bahkan hampir tidak terdengar hal ini yang menjadi pengamatan masyarakat terhadap kinerja dewan.
Di samping itu, anggota dewan tidak boleh menyalahgunakan jabatannya hanya untuk mendapatkan sesuatu, yang pada akhirnya terjebak pada permainan politik rendahan yang tidak populis bagi rakyat, suka-suka asal bisa dapat, suka loga mecek-ecek yang bisa menurunkan kredibilitas institusi, akibat dari ulah oknum. Hal ini harus dicegah, posisi tawar yang tinggi di mata eksekutif sebagai posisi bergaining untuk melaksanakan politik tingkat tinggi (High politics). Dan controling DPRD merupakan senjata yang sangat strategis untuk melihat sejauhmana kepala daerah melaksanakan tugas pemerintahannya. Di samping itu, eksekutif juga memiliki kiat-kiat untuk bisa DPRD bisa menjadi mitra kerja yang “MANIS”.
Memperhatikan kesejahteraan anggota dan pimpinan dengan uang kehormatan yang pantas, mobil dinas sampai rumah dinas, dan sesekali studi banding keluar negeri, merupakan cara yang sudah lumrah dilakukan. Oleh karena itu seringkali rakyat kecewa dan tidak puas dengan kinerja wakil-wakil partai itu, karena merasa kepentingannya tak pernah digubris. Tapi apa mau dikata, kekesalan bukan pada DPRD, konstitusinya yang menempatkan DPRD seperti itu (NurAini.2005 : Hal 136).
Selama ini, anggota DPRD menjadi sorotan media dimana-mana, akibat ulah oknum yang membuat institusi ini tercemar karena melanggar sumpah jabatan dan tata tertib dewan (tatib) serta peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya, seringkali terjadi kealpaan dalam menghadiri rapat paripurna dewan, biasanya pada masa awal sidang kursi di dewanpenuh, kemudian lama-kelamaan semakin berkurang satu demi satu entah kemana mereka bertugas, dan sampai pada paripurna berikutnya tingkat kehadiran 50+1 % sangat susah mencari anggota dewan, apalagi mendekati pergantian anggota dewan baru justru semakain susah memenuhi qourum, dimana-mana mulai dari pusat sampai di daerah sudah menjadi pemandangan gratis di layar TV, mudah-mudahan dewan baru sekarang tetap terisi penuh dan semangat sampai masa jabatannya berakhir, tidak ada lagi kursi yang kosong, sehingga wakil rakyat betul-betul dapat mengawal pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang tertuang dalam APBD.
Inilah salah satu mimpi rakyat pada anggota dewan baru, energik bersatu padu mengawal kinerja pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah tidak melanggar Peraturan Daerah. Inilah sesungguhnya tugas mulia anggota dewan yang terhormat, sehingga dapat menangkis stigama yaitu trend dalam politik Indonesia saat ini adalah julukan pada “Politisi Selebritis” atau politisi cepat kaya (PCK), walaupun stigama ini tidak selalu benar.
Tetapi itulah fenomena kekuasaan. Sangat mudah resepnya apabila mereka mau berhati-hati terhadap kekuasaan. Kekuasaan memang selalu menggoda, mempesona dan menjanjikan, tapi jika dijalankan dengan benar, sesungguhnya tidak ada yang salah dari kekuasaan (Dr. SyarifuddinJurdi.2007:137). Dengan kekuasaanlah anggota dewan bisa menikmati fasilitas di rumah rakyat. Masyarakat tetap percaya pada anggotadewan, toh anggota dewan yang baik jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan anggota dewan yang kinerjanya buruk, ingat bahwa dewan sering diteropong oleh seluruh masyarakat secara langsung dan media pada umumnya pada setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun terus dipantau itu salah satu konsekwensi logis terhadap jabatan publik sebagai amanah.
Wallahua’lambisyawab.
*Dosen STIH Muhammadiyah Bima