Kota Bima, Kahaba.- Ribuan KTP yang dikumpulkan panitia Pawai Rimpu terus menjadi sorotan warga. Cara itu dinilai berbahaya karena dapat menyebarluaskan data pribadi warga. Padahal, masih ada metode praktis di era digital saat ini yakni menggunakan barcode. (Baca. Kegiatan Pawai Rimpu, Warga Pertanyakan Pengumpulan KTP)
Hal itu diungkapkan pemerhati kebijakan publik, Khairudin M Ali kepada Kahaba.net, malam ini.
Khairudin mengatakan, masyarakat Kota Bima yang belum sepenuhnya memahami akan pentingnya perlindungan data pribadi, mau-mau saja daftar dengan foto copy KTP karena diimingi hadiah. Padahal di tempat lain, dengan hadiah yang lebih besar sekali pun, tidak pernah ada yang mengumpulkan copy KTP sebagai syarat untuk menjadi peserta. (Baca. Ribuan KTP Dikumpulkan untuk Pawai Rimpu, Dewan Nilai Ada Agenda Terselubung)
Sebagai masyarakat Kota Bima dirinya meminta kepada panitia Pawai Rimpu Dekranasda Kota Bima untuk menghentikan mengumpulkan KTP masyarakat sebagai syarat mengikuti kegiatan budaya itu. (Baca. Sorotan Pengumpulan KTP Pawai Rimpu untuk Pemilu 2024, Ini Jawaban Ketua Dekranasda)
Menurutnya, pada copy KTP ada Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang harus dilindungi. Nomor itu merupakan data pribadi yang harus diamankan. Bukan justru disebarluaskan dan menjadi konsumsi publik. (Baca. Pemkot Bima Akui Semua OPD Siapkan Hadiah untuk Pawai Rimpu)
Ditambahkan, hak kendali atas data pribadi adalah hak privasi yang harus dilindungi dan sepenuhnya ada pada pemilik KTP. Hal itu sudah dijamin dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia 1948 pasal 12 dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1966 pasal 17.
“‘Negara kita sudah meratifikasinya,” terang Khairudin.
NIK dan KTP sambung pria yang juga pernah menjadi Ketua Panwaslu Kota Bima tersebut, sangat rawan disalahgunakan untuk banyak hal yang bisa saja berimplikasi pidana.
“Kita tahu bahwa saat ini penggunaan NIK tidak hanya terbatas pada administrasi negara, tetapi banyak koorporat yang sudah mulai menggunakan aplikasi untuk dapat melayani konsumennya, di mana NIK menjadi salah satu yang disyaratkan,” jelasnya.
Khairuddin memberi contoh, misalnya pinjaman online, pendaftaran nomor kartu seluler, aplikasi myPertamina, PeduliLindungi, dan lain-lain. Lantas bagaimana jika kartu seluler yang didaftar atas nama seseorang dipakai untuk kejahatan?
“Itu baru satu contoh dari sederet persoalan lain lantaran penggunaan identitas diri tanpa diketahui oleh pemiliknya,” ungkap Khairudin.
Belum lagi penggunaan data pribadi oleh orang yang tidak bertanggungjawab sambungannya, dimana pemilik KTP tidak tahu menahu. Bahkan jelang Pemilu ini misalnya, bisa saja disalahgunakan untuk syarat dukungan pencalonan seseorang.
“Jangan kaget tiba-tiba nanti sudah menjadi anggota Parpol, pendukung calon, dan lain-lain,” tukasnya.
Ia menegaskan, panitia kegiatan seperti ini tidak punya kewenangan dan kapasitas untuk mengumpulkan foto copy KTP masyarakat Kota Bima dalam jumlah puluhan ribu.
Jika dalihnya untuk validasi pemenang undian, tidak perlu mengumpulkan foto copy KTP semua peserta pawai, cukup pemenang saja yang divalidasi.
“Jangan cari masalah dan membuat kegaduhan dengan kebijakan dan aturan yang sama sekali tidak substansial,” kritiknya.
Oleh karena itu tambahnya, sebelum ada masalah dan sebelum mengumpulkan foto copy KTP calon peserta pawai, ia minta dihentikan. Pasalnya, itu sangat mengada-ada dan tidak substansial. Carilah inovasi yang lebih smart sedikit.
“Kalau smart kan sejalan dengan Kota Bima yang smart city ini. Jangan aneh-aneh. Kalau kuatir soal kupon ganda, silakan buat saja barcode. Sekarang sudah era digital. Pengetahuan soal itu sudah sangat maju,” tegasnya.
*Kahaba-01