Nasional

Kasus Nazaruddin, Rektor UNRAM Diperiksa KPK

266
×

Kasus Nazaruddin, Rektor UNRAM Diperiksa KPK

Sebarkan artikel ini

Jakarta, Kahaba,- Gaung Kasus M. Nazaruddin kini mendengung di Bumi Gora. Giliran Akademisi Universitas Mataram (UNRAM) Nusa Tenggara Barat yang ikut menjadi saksi kasus yang menimpa mantan bendahara umum Partai Demokrat itu. Dalam situs media online Tempo.co, Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Rektor Universitas Mataram, Prof. Ir. H. Sunarpi, Ph.D., dalam kasus pencucian uang M. Nazaruddin pada saham PT Garuda Indonesia (Persero). Ia bakal dimintai keterangan bersama dua koleganya dari kampus yang sama, yakni Muhammad Sidik dan Suherman.

Kasus Nazaruddin, Rektor UNRAM Diperiksa KPK - Kabar Harian Bima

Kasus Nazaruddin, Rektor UNRAM Diperiksa KPK - Kabar Harian Bima

“Ketiganya bakal diperiksa sebagai saksi,” kata Priharsa Nugraha, Kepala Pemberitaan KPK, di kantornya, Jumat, 13 April 2012.

Kasus ini bermula saat Nazaruddin membeli saham perdana PT Garuda di PT Mandiri Sekuritas, pialang penjualan saham pada awal Oktober 2011. Melalui lima perusahaannya, yakni PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu membeli saham Garuda sebesar Rp 300,85 miliar.

Dalam dokumen pemeriksaan yang dimiliki Tempo, rincian saham Nazaruddin terdiri Rp 300 miliar untuk pembelian 400 juta lembar saham dan fee Rp 850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayarannya dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui RTGS (real time gross settlement) dan transfer sebanyak dua kali.

Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., sebelumnya menyebutkan pembelian saham ini diduga berasal dari duit kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games, Palembang, kasus yang menyeret Nazar ke kursi pesakitan.  Namun belakangan, KPK juga memeriksa sejumlah universitas terkait kasus ini, di antaranya Universitas Jambi. Sumber Tempo menyebutkan duit pembelian saham juga mengalir dari proyek lain yang dikerjakan Permai Grup, perusahaan bekas anggota Komisi Hukum DPR itu. [TEMPO/BM]