Kota Bima, Kahaba.- Setelah menghindar untuk dimintai keterangan oleh pekerja media soal tudingan otoriter dan arogan oleh 57 guru, Kepala SMPN 6 Kota Bima Arif Wahidin akhirnya menggelar konferensi pers. (Baca. Kepala SMPN 6 Dituding Otoriter, Puluhan Guru Kirim Surat ke Dikbud dan Dewan)
Tapi aneh, wartawan yang hadir saat konferensi pers malah tidak disuruh bertanya. Beberapa kali ditanya oleh wartawan, Arif meminta pekerja media untuk tidak bertanya. Cukup kertas yang diserahkannya itu yang akan menjelaskan. (Baca. Dewan Turun ke SMPN 6, Kepala Sekolahnya Dinilai Arogan)
Pekerja media yang mencoba klarifikasi 17 pernyataan mosi tidak percaya dari 57 guru setempat. Arif tetap menolak pertanyaan wartawan, dan meminta tidak usah memperpanjang lagi.
“Tidak boleh ada pertanyaan, cukup pernyataan sikap saya lewat press realease sudah cukup dimengerti,” katanya singkat.
Padahal, jika dilihat dari isi kertas yang diserahkan oleh Arif, tidak banyak menjelaskan soal sikapnya yang mengakibatkan protes oleh guru-guru setempat.
Dalam kertas yang disampaikan Arif, tertulis bahwa pers tahu apa yang terjadi tentang gejolak dan fenomena yang terjadi. Siswa-siswi SMPN 6 dimana dirinya sebagai driver dan principal di sekolah setempat, harus fokus dan konsentrasi penuh, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan moril.
Pada kesempatan ini dirinya meminta maaf kepada semua elemen, yang mungkin menganggap dan memiliki persepsi bahwa selama ini terkesan tidak mengabaikan eksistensi dan keberadaannya.
Masih dalam tulisan tersebut, pada dasarnya kami merupakan pribadi yang apa adanya. Adapun berita yang menyangkut pribadi dan kapasitasnya sebagai kepala sekolah yang terkesan negatif, pihaknya berterimaksih kepada semua pihak yang telah memperhatikannya.
Namun, dirinya hanya ingin belajar dan tahu bagaimana cara membangun generasi bangsa, penertiban administrasi, pemangkasan penyimpangan yang tidak sesuai dengan regulasi dan acuan normatif dan hal hal destruktif lainnya. Dirinya tidak pernah belajar tentang sikut menyikut, saling fitnah, politisasi jabatan.
Pada akhirnya ia ingin mengajak semua pihak untuk belajar merelakan diri membangun generasi bangsa. Pada posisi apapun, dan dimanapun berada.
*Kahaba-04