Citizen Journalism

Sarjan, Mudik Jalan Kaki Jakarta-Bima (3-Habis), Nyeberang Manfaatkan Jasa Calo

447
×

Sarjan, Mudik Jalan Kaki Jakarta-Bima (3-Habis), Nyeberang Manfaatkan Jasa Calo

Sebarkan artikel ini

Di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk mobil pribadi dan perorangan dilarang naik ke atas fery. Bagaimana dengan Sarjan yang berjalan kaki seorang diri? Dia dapat akal memperhatikan mobil truk yang mengangkut logistik tujuan Lombok. Setelah menemukan mobil sasarannya dia mendekati calo-calo penyeberangan yang bersedia memberikan jasanya, tentu tidak gratis.  Rupanya tidak terlalu sulit menemukan mereka. Di daerah penyeberangan dan pelabuhan banyak sosok seperti ini. (Baca. Sarjan, Mudik Jalan Kaki Jakarta-Bima (1), Lolos Tes Awal Dua Preman)

Sarjan, Mudik Jalan Kaki Jakarta-Bima (3-Habis), Nyeberang Manfaatkan Jasa Calo - Kabar Harian Bima
Sarjan, Mudik Jalan Kaki Jakarta-Bima (3-Habis), Nyeberang Manfaatkan Jasa Calo - Kabar Harian Bima
Sarjan (kiri) dengsn H Sofwan saat bertemu di Unram Mataram, Rabu kemarin. Foto: Ist

Modusnya, calo yang akan mengontak sopir truk. Sopir tentu sangat maklum dengan para calo ini. Sarjan diminta dinebengkan pada truknya dan nanti berlagak seperti kernet (pembantu sopir). Untuk tugas calo ini Sarjan harus merogok koceknya Rp 100 ribu.  Pada sopir, Sarjan minta diturunkan di sebelah, Gilimanuk. Sebab dia akan mulai berjalan kaki lagi hingga ke pantai timur Pulau Bali, di penyeberangan feri Padang Bai, sejauh 158,2 km. (Baca. Sarjan, Mudik Jalan Kaki Jakarta-Bima (2), Hampir Dipatok Ular Cobra di Pantura)

Di kawasan pelabuhan penyeberangan Padang Bai, banyak calo yang nongkrong menunggu pengguna jasa. Masih berlagak seperti di Ketapang, nebeng lagi di truk bagaikan seorang kernet. Dia merogoh koceknya Rp 100 ribu untuk membalas jasa baik calo tersebut sebelum melompat naik ke truk yang akan membawanya bersama fery melintasi Selat Lombok  yang harus ditempuh sekitar 5 jam hingga di Pelabuhan Lembar Lombok Barat.

Hari sudah siang ketika dia tiba di Lembar, kemudian berjalan kaki lagi hingga di Tugu Sapi, Bundaran yang ke Bandara Internasional Lombok Praya dan ke Kota Mataram dan Pelabuhan Lembar. Seorang temannya yang kuliah di Mataram sudah menunggu di bundara ini.  Saat wawancara berlangsung, dia sudah berada di kediaman keluarganya di Kota Mataram.

Jika dikalkulasi jarak tempuh perjalanan Sarjan Jakarta hingga Mataram, tidak termasuk jarak di penyeberangan fery, total tercatat 1.502,27 km.  Jarak Jakarta-Banyuwangi via Jalan Pantura 1.063, 2 km, tidak termasuk Gilimanuk-Padang Bai 152,12 km dan Lembar-Kota Mataram 21,2 km. Perbedaan jarak ini karena Sarjan saat di ruas Pantura Subang berbelok ke selatan, Sumedang, Bandung dan terus ke timur yang jaraknya lebih jauh.

Dalam catatan di media daring, jarak 1 km bisa ditempih 15 menit jalan santai. Setiap orang normal bisa menempuh jarak 19,2 km per hari. Namun Sarjan telah mematok jarak hingga 100 km per hari harus dia selesaikan karena ada sasaran dan tujuan yang hendak dicapai, tiba di Bima 2 atau 3 hari sebelum Lebaran 1441 H .

Jika setiap hari dia berjalan mulai pukul 06.00 hingga 22.00, disertai istirahat, berarti dia berjalan selama 16 jam. Delapan jam lainnya digunakan istirahat (menginap). 

Sepanjang bulan April, mulai tanggal 26 hingga 30 April dia memerlukan waktu 118 jam dikurangi 4 malam istirahat (4 x 8 jam) sehingga waktu bersih  yang digunakan 86 jam. Sementara sepanjang bulan Mei (tanggal 1 s.d. 11 Mei pukul 13.00) dia mengoleksi 240 jam perjalanan dikurangi 80 jam (10 hari) untuk istirahat plus 11 jam sisa hari terakhir, sehingga total waktu bersih 171 jam. Total waktu bersih perjalanan adalah 257 jam.

Jika lama perjalanan bersih dikalikan dengan panjang jarak tempuh normal rata-rata per jam rata-rata 3,5 km, maka diperoleh total jarak 899,5 km. Adanya selisih waktu berdasarkan jarak yang dilalui berdasarkan jarak antarkota yang total 1.502,27 km itu besar kemungkinan, Sarjan mampu menempuh jarak per km di atas catatan yang dikutip di media daring (3,5 km/jam) itu.

Jika jarak Jakarta-Mataram digabung dengan jarak tersisa Mataram-Parado, maka mahasiswa UIN Jakarta ini berhasil menuntaskan perjalanannya dengan menempuh jarak mendekati 2.000 km. Wow….

*Penulis M Dahlan Abubakar -Wartawan Senior, Akademisi, Penulis Buku, Putra Bima dan Tinggal di Makassar