Opini

Serikat Tani Nasional NTB: Industrialisasi Jalan Menuju NTB Gemilang

434
×

Serikat Tani Nasional NTB: Industrialisasi Jalan Menuju NTB Gemilang

Sebarkan artikel ini

Oleh : Irfan*

Serikat Tani Nasional NTB: Industrialisasi Jalan Menuju NTB Gemilang - Kabar Harian Bima
Ketua KPW STN NTB, Irfan. Foto: Ist

Pada masa Sukarno, ada usaha untuk merintis peta jalan menuju industrialisasi yang mandiri. Melalui nasionalisasi, pemerintah mengambil alih aset dan aktivatas ekonomi dari tangan asing (bekas penjajah). Kemudian ada pembangunan industri dasar, seperti pabrik baja, semen, dan pupuk. Juga pengiriman ribuan pelajar Indonesia ke berbagai belahan dunia untuk menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tetapi situasi berubah total di kala Orde Baru berkuasa. Sejak pengesahan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA), investor asing dipanggil kembali untuk mengeksploitasi sumber daya alam kita. Dipelopori oleh Freeport, disusul oleh korporasi tambang dan kehutanan lainnya.

Ekonomi bergantung pada ekstraktivisme, yaitu eksploitasi sumber daya alam (SDA) dan ekspor bahan mentah ke pasar dunia. Indonesia bergantung pada ekspor bahan mentah, seperti minyak, karet, dan lain-lain.

Baru pada tahun 1980-an, setelah ada kebijakan deregulasi, Orba membangun industri manufaktur. Tetapi industrialisasi Orba seperti “menendang tangga”, tidak didahului dengan pembangunan industri dasar dan hilirisasi industri produk tambang dan pertanian. Akibatnya, industri era Orba sangat bergantung pada impor bahan baku, bahan penolong, dan bahan modal.

Dalam konstitusi Negara kita sudah sangat jelas arah pembangunan ekonomi bangsa Indonesia, pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan strategis pembangunan ekonomi yang mandiri. Bung Hatta sebagai salah satu tokoh pendiri bangsa, juga ikut menyumbangkan gagasannya disetiap pidato-pidatonya dan tulisan-tulisannya, Menurut Bung Hatta, untuk membangun industri, kita harus menggenapi empat syarat, yakni tenaga kerja (buruh), kapital, tenaga organisasi dan bahan baku.

Provinsi Nusa Tenggara Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Bapak Dr. H. Zulkieflimansyah dan Wakilnya Dr. Hj. Siti Rohmi Djalillah berani mengambil kebijakan strategis di sektor ekonomi dengan menggaungkan industrialisasi dan pembangunan sumber daya manusia ditengah situasi nasional yang sedang mengalami deindustrialisasi yang cukup mengerikan. Kita lihat Faktanya, pertumbuhan industri di tahun 2015 hanya 5,05 persen, jauh dari target RIPIN sebesar 6,8 persen. Tahun berikutnya, pertumbuhan industri malah jatuh hingga hanya 4,4 persen.

Pertama, industrialisasi berbasis investasi asing. Kita tidak anti investasi asing. Tetapi strategi industrialiasi nasional tidak bisa digantungkan pada investasi asing. Tahun 1940-an, Bung Hatta pernah mengingatkan, “Kalau industrialisasi mau berarti sebagai jalan untuk mencapai kemakmuran rakyat, mestilah kapitalnya datang dari pihak rakyat atau pemerintah. Karena, kalau kapital harus didatangkan dari luar, tampuk produksi terpegang oleh orang luaran.” Menurutnya, logika dari investasi adalah keuntungan. Untuk itu, mereka hanya akan menanamkan investasi pada sektor yang menguntungkan, yang belum tentu selaras dengan peta jalan industrialiasasi nasional kita.

Kedua, pembangunan infrastruktur belum selaras dengan kepentingan industrialiasi. Seperti dikatakan Presiden Jokowi, infrastruktur untuk memangkas biaya logistik. Kalau logikanya begitu, prioritas infrastruktur seharusnya adalah mengantar/mobilitas barang, bukan orang. Faktanya, infrastruktur terbanyak justru untuk mobilitas orang, seperti proyek kereta cepat dan jalan tol. Seharusnya, infrastruktur yang dibangun untuk melayani industri nasional, seperti sistim transportasi yang mengintegrasikan pelabuhan dan kawasan industri. Selain itu, pemerintah perlu menggenjot juga infrastruktur untuk menopang sumber daya manusia, seperti sekolah dan fasilitas kesehatan.

Ketiga, beban utang luar negeri yang makin tinggi. Kami tegaskan, kami tidak anti-utang. Hanya saja, politik utang harus mempertimbangkan dua aspek, yaitu pemanfaatan dan pengelolaan utang. Pemanfaatan utang harus untuk membiayai kegiatan produktif, seperti infrastruktur dan pembangunan industri. Dengan begitu, utang menghasilkan pendapatan yang bisa dipakai untuk membayar utang tersebut.

Situasi daerah di provinsi Nusa Tenggara Barat. daerah yang letak geografisnya terdiri dua pulau yaitu pulau lombok dan pulau sumbawa, yang jumlah Penduduknya mencapai 4.955.578 jiwa (BPS 2017), di tahun 2016 separuh masyarakat miskinnya adalah petani penggarap yang tinggal di desa sekitar 51,94% dari total jumlah masyarakat miskin sekitar 786.580 jiwa atau sekitar 16,02%, kemudian buruh dari berbagai sektor sekitar 11,46%, nelayan 3,01%, masyarakat pinggir hutan 0,83% dan sektor lainnya 28,76%. (data pemprov.NTB/Sep 2016). Di tahun 2018 mayoritas masyarakat bergantung hidup di sektor pertanian dan perkebunan mencapai 829.993 Jiwa, masih selisih sedikit dengan jumlah kemiskinan di tahun 2018 mencapai 737.460 jiwa atau sekitar 14,75%, dari analisa data ini pasti memliki faktor / dampak yang menyebabkan maju mundurnya pertumbuhan ekonomi di NTB.

Pertama; Mendorong Pengembangan di sektor Pertanian yang Konsisten

Di Desa-desa Pembangunan Infrastruktur pertanian yang belum maksimal, sehingga mempengaruhi laju produktifitas pertanian, mulai dari pembangunan sarana prasarana pra tanam (dam, pengairan irigasi, jalan tani,dll) sampai pada infrastruktur pasca panen. Apalagi Tanpa dukungan teknologi dan tenaga produktif yang terampil, pertanian semakin tertinggal. Dan faktanya memang demikian. Mayoritas petani di Indonesia berusia 45-54 tahun dan tamatan Sekolah Dasar (SD). sehingga terjadi involusi.

Di kota-kota Setiap tahun areal pertanian di daerah itu menyusut 500 hektare seiring pesatnya pembangunan infrastruktur. Penyusutan sebesar itu terjadi pada 247.000 lebih lahan pertanian irigasi produktif yang sebelumnya ada di wilayah NTB, angka penyusutan diprediksi akan terus meningkat seiring dengan maraknya pengalihan fungsi lahan, seperti pembukaan jalan baru dan pembangunan infrastruktur perumahan, pertokoan, dan lain-lain

Reforma agraria sebaiknya menjadi langkah strategis sebagai salah satu instrumen penting untuk mengurangi ketimpangan penguasaan aset, terutama tanah. Untuk itu, aspek terpenting dari reforma agraria yang mesti menjadi kebijakan Gubernur NTB secara konsisten meredistribusi lahan/tanah agar lebih berkeadilan sosial, sehingga penguasaan tanah yang berkeadilan sosial itu, perlu membatasi penguasaan dan pemilikan tanah oleh individu maupun unit usaha/bisnis, sehingga angka di sektor jasa tidak membengkak mencapai 350.309 Jiwa.

Investasi di sektor pertanian memang perlu, tetapi lebih baik diarahkan ke industri pengolahan. Selain tidak butuh banyak tanah, ini juga penting untuk industrialisasi, menyerap tenaga kerja, dan menambah pasar bagi hasil produksi pertanian. Serta akan mampu menopang kebutuhan pasar industri paririwisata di NTB.

Kedua, Pajak Progressif atau Pajak Berkeadilan Sosial

Kedepan Pemerintah Provinsi NTB di bawah kepemimpinan Gubernur Bapak Dr. H.Zulkieflimansyah dan Wakilnya Dr.Hj. Siti Rohmi Djalillah, mendorong Pemerintah Pusat untuk menerapkan pajak progressif atau pajak berkeadilan sosial. Pajak juga merupakan instrumen penting untuk mengurangi ketimpangan, karena mendorong redistribusi kekayaan dan pendapatan.

Masalahnya, di negara kita, politik perpajakan masih tumpul ke atas, tetapi agresif ke bawah. Kelompok usaha besar sering diberi keringanan pajak, tetapi kelompok usaha kecil (UKM) justru dikejar-kejar untuk bayar pajak.

Begitu juga dengan pajak penghasilan. Pendapatan selevel UMP masih dikenai beban pajak. Tetapi pendapatan di atas Rp 500 juta per tahun hanya dikenai pajak 30 persen.

Politik Pajak ini Harus Dikoreksi

Sekarang ini, tarif pajak korporasi di Indonesia terbilang tinggi di Asia tenggara, yakni 25 persen. Di Vietnam, pajak korporasinya cuma 20 persen. Demi mendukung industrialisasi, pajak korporasi tidak perlu membebani pelaku usaha.
Yang terpenting adalah kepatuhan pelaku usaha dalam membayar pajak. Tidak ada lagi pelaku usaha, termasuk perusahaan asing, yang mengemplang pajak. Seperti Kementerian Keuangan pada 2016 lalu, ada 2000 perusahaan asing yang tidak membayar pajak.

Skema pajak penghasilan (PPH) perlu diubah. Pendapatan selevel UMP mestinya dibebaskan dari pajak (PKTP). Sementara untuk penghasilan di atas 500 juta per tahun, perlu layer tambahan: 500-1 milyar dan di atas 1 milyar.
Skema yang kami tawarkan sebagai berikut: (i) sampai 50 juta (0 persen); (ii) 50-250 juta (15 persen); (iii) 250-500 juta (30 persen); (iv) 500 juta-1 milyar (30 persen + 15 persen); dan (v) di atas 1 milyar (30+20 persen).

Ketiga, Prinsip-prinsip Industrialisasi

Tidak ada pilihan lain, untuk memperkuat ekonomi nasional sekaligus mendekatkan diri pada cita-cita kemakmuran, jalannya hanya industrialiasi nasional.

Pertama, pemerintah harus punya peta jalan industrialisasi, yang menjadi acuan strategi dan agenda pembangunan nasional. Agar tidak berjalan secara parsial, peta jalan industrialisasi ini perlu didukung dengan Undang-Undang, seperti UU perekonomian yang akan menopang kepentingan nasioanal.

Kedua, agenda liberaliasi ekonomi, terutama di bidang perdagangan, harus dikoreksi karena merugikan perkembangan industri daerah dan di dalam negeri.

Ketiga, industrialisasi perlu pijakan yang kuat, dalam hal ini perlu dukungan industri dasar dan industri olahan hasil sumber daya alam. Karena itu, hilirisasi industri produk tambang, perkebunan dan pertanian perlu digenjot terus.

Keempat, ketersediaan infrastruktur penopang industri, seperti energi (gas dan listrik) dan sistim transportasi yang menghubungkan kawasan industri dengan pelabuhan.

Kelima, penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang mengusai teknologi dan inovatif melalui pembukaan pintu akses pendidikan seluas-luasnya kepada setiap warga negara.

Keenam, strategi industrialiasi harus memperhitungkan rantai pasokan (supply chain), baik nasional, regional maupun global. Selama ini, dalam rantai pasokan global (global supply chain), Indonesia hanya berperan sebagai pemasok bahan-bahan mentah/komoditas untuk industri di luar sekaligus sebagai pasar bagi barang-barang jadi dari luar.

Keempat, Pembangunan Sumber Daya Manusia

Pembangunan sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting dalam mengembangkan segala sektor lebih khususnya di sektor ekonomi, sudah tepat dengan adanya program pendidikan gratis dengan mengirim generasi muda/mudi untuk menempuh pendidikan di negara-negara maju, sumberdaya manusia ini akan menopang untuk pembangunan industrialisasi di NTB, daripada kebiasaan menyewa dan mendatangkan tenaga-tenaga ahli diluar negara, itu sudah pasti merugikan genarasi di daerah. Namun program pendidikan gratis, tidak bisa jua di abaikan tingkat pendidikan dasar dan menengah, ketertinggalan di sektor pendidikan menjadi catatan penting di NTB dengan meningkatnya angka pengangguran mencapai 3,38 % dan memperoleh peringkat ke sepuluh dari sembilan provinsi di pulau jawa (Februari 2018). Sehingga akan berdampak pada angka kriminalitas yang mencapai angka 3.805 kasus, dengan 10 jenis kriminalitas.

Disisi lain pembangunan manusia di tingkat organisasi perangkat daerah (OPD) sangat penting, guna menujang program pemerintah Daerah perlu pembanguan mental dan sumberdaya manusia yang berilmu, jujur dan bersih. Pada tahun 2018 Secara kuantitatif, kasus dugaan korupsi yang pernah muncul dan jadi konsumsi publik sebanyak 132 kasus. Rinciannya, Kabupaten Lombok Timur sebanyak 19 kasus. Tertinggi dibanding daerah lain, diikuti urutan kedua Kabupaten Sumbawa sebanyak 17 kasus, urutan ketiga di tingkat Provinsi NTB sebanyak 16 kasus, urutan keempat ditempati Kota Mataram sebanyak 15 kasus, urutan kelima ditempati Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 14 kasus, urutan keenam jumlah kasusnya sama, ditempati Kabupaten Dompu, Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Utara masing-masing sebanyak 11 kasus.  Sementara urutan ketujuh ditempati oleh Kabupaten Sumbawa Barat sebanyak 6 kasus dan yang terakhir ditempati oleh Kota Bima sebanyak 3 kasus.(Sumber: SuaraNTB Januari 2019). Inilah yang sangat penting yang diperhatikan oleh pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

*Ketua KPW STN NTB