Editorial, Kahaba.- Miris ketika mengikuti perkembangan pemberitaan di institusi yang satu ini. Kehebohannya menjadi biasa karena memang penyakit korupsi dan kerakusan akan kekuasaan sering terjadi pada institusi manapun di negeri ini. Tapi, akan sangat mencengangkan, ketika lembaga atau institusi itu berlabel AGAMA.
Apalagi kalau bukan Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Bima!, saat ini lembaga itu cocok dengan ungkapan Bagai Telur Diujung Tanduk. Sederet prahara kasus korupsi, hingga pemalsuan tanda tangan seorang Bupati lumrah terjadi di sana. Ada apa dengan Kemenag Kabupaten Bima?, masalah kepemimpinankah? atau memang korupsi di lembaga itu sudah mencapai stadium akhir dan menjadi budaya laten yang susah dihilangkan!
Naif dan sangat menyayat hati, jika kita berbicara institusi yang satu ini. Bukannya sebagai corong dan garda terdepan dalam menjadi tauladan sebagai institusi yang sehat dan moralis, malah berbagai intrik dan prilaku ‘kotor’ dipertontonkan di depan publik.
Semua mata kembali diundang untuk menilai eksistensi Kemenag Kabupaten Bima. Mahasiswa sebagai agen control ikut andil dan berteriak di jalan atas kasus korupsi pemotongan gaji sertifikasi yang melibatkan, H. Yaman selaku Kepala Kantor dan dua orang stafnya yang saat ini berstatus hukum tersangka.
Setelah mahasiswa, kali ini giliran Polisi yang disibukkan dengan pemeriksaan ratusan guru yang menerima dana sertifikasi atas dugaan pemotongan yang terjadi. Kejaksaan malah lebih hebat lagi, mengembalikan berkas tersangka (H. Yaman CS, red) karena ingin menggali tersangka baru.
Tontonan ini menjadi apik, ketika anggota DPRD Kabupaten Bima mulai angkat bicara. DPRD tak menginginkan ada drama di balik kasus Kemenag, karena kondisi saat ini terkesan lambat dan seolah-olah digantung oleh aparat hukum.
Jual beli kasus, sudah sering kita dengar. Semoga saja tidak terjadi pada kasus yang menimpa Kemenag Kabupaten Bima. Setahun sudah kasus korupsi itu berjalan, nampaknya belum juga sampai ke tujuan. Ibarat semut yang tak mengenal kendaraan.
Patgulipat, babak baru mengingkan kursi pimpinan pun terjadi. Zulkarnain, SH, MH, salah satu pegawai Kemenag, yang saat ini menjadi Pengawas Pendidikan. Dengan backingan ‘orang besar’ berani melangkahi prosedur dan pimpinan di kantornya. Dua surat tercium palsu pun dibuatnya.
Motivasi Zulkarnain yang ingin merebut kursi pimpinan tak semulus yang Ia kira. Selaku pimpinan saat ini, H. Yaman, tak mendiamkan tingkah Zulkarnain yang dinilai telah melampaui batas ini. Dia menyurati Kantor Wilayah Kemenag NTB, untuk menindaklanjuti tingkah anak buahnya yang satu ini.
Ada apa dengan kehausan atas kekuasaan di Kemenag Kabupaten Bima? Politik seolah menjadi Dewa di institusi itu. Bukankah pelayanan dan dakwah adalah mainstrem sebuah lembaga yang mengusung panji-panji keagaaman? Semoga saja, hukum bisa berjalan sebagai pangllima, agar Kemenag Kabupaten Bima, terselamatkan dari noda-noda dan prahara. Selesaikan kasus hukumnya, biar agama tak tercoreng, karena ulah rezim boneka yang terus mengemis pada tahta, harta, dan benda. Wallahu’alam ***