Kota Bima, Kahaba.- Terdakwa bandar ganja kering seberat 914 gram divonis oleh Hakim Pengadilan Negeri Bima. Keputusan tersebut pun dinilai sebagian kalangan bertentangan dengan semangat negara memberantas tindak kejahatan luar biasa tersebut. (Baca. Vonis Bebas Bandar Narkoba, Penegak Hukum Didorong Lidik Dugaan Suap Hakim)
Bahkan muncul asumsi yang beragam, seperti disampaikan akademisi STIH Muhammadiyah Bima yang menilai keputusan tersebut sangatlah aneh. Penyidik kepolisian atau penyidik kejaksaan pun didorong agar menyelidiki informasi dugaan suap pada majelis hakim yang membebaskan terdakwa. (Baca. Ambil Ganja Kering Berat 914 Gram dari JNE, Pria Ini Diringkus)
Menyoal keputusan bebas bandar ganja itu, Koordinator Penghubung Komisi Yudisial NTB Ridho Adrian Pratama yang dimintai sudut pandangnya menjelaskan, setiap putusan hakim secara prinsip utamanya harus dihormati. Jika terhadap putusan hakim ada pihak yang tidak puas terhadap pertimbangan dan amar putusannya, dalam hukum acara dibuka ruang untuk mengajukan upaya hukum.
“Jika terkait perilaku hakim dalam tugas jabatannya atau dalam menyidangkan perkara diduga ada pelanggaran kode etik, dapat dilaporkan ke Komisi Yudisial,” katanya saat dihubungi media ini, Selasa (9/11).
Ia menjelaskan, Komisi Yudisial tidak secara spesifik mengurus terhadap jenis tindak pidana, namun lebih kepada perilaku hakim. Apabila ada dugaan pelanggaraan kode etik perilaku hakim dalam menyidangkan perkara, dalam pelaksanaan tugas jabatannya sebagai hakim, baik itu di luar maupun di dalam persidangan, dirinya menyarankan untuk segera melaporkan.
Apakah Komisi Yudisial tidak bisa jemput bola untuk langsung menangani? Ridho menjawab pihaknya sedang mengumpulkan beberapa informasi terkait pemberitaan tersebut dan akan melakukan koordinasi dengan beberapa pihak terkait.
“Namun di sisi lain kami juga menunggu laporan terhadap dugaan pelanggaran kode etik jika memang ada,” katanya.
Ditanya terkait soal perilaku hakim seperti dugaan suap menyuap? pada kesempatan itu Ridho juga menanyakan terkait informasi dan bukti kuat bagaimana perilaku hakim tersebut. Karena menurut dia, publik harus memahami juga putusan tersebut jika dilakukan atau diajukan upaya hukum akan menjadi putusan yang belum incracht.
“Artinya pada pihak terkait yang merasa tidak puas terhadap putusan itu maka dapat mengajukan upaya hukum sesuai hukum acara pidana,” paparnya.
Dia menambahkan, mengenai dugaan suap hakim yang dibutuhkan pendalaman dan bukti pendukung, agar pihaknya tidak keliru dan salah dalam bertindak. Kepada media ini pun dirinya berharap agar dibantu jika ada informasi atau petunjuk serta bukti pendukung terkait perkara dimaksud.
“Karena Komisi Yudisial tanpa bukti pendukung tidak dapat mengambil sikap sesuai kewenangan,” tambahnya.
*Kahaba-01