Kota Bima, Kahaba.- Wapres RI Jusuf Kalla meninjau penanganan banjir Kota Bima, Rabu (28/12) setelah tiba di Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima, Wapres kemudian menuju kantor Walikota Bima untuk mendengarkan laporan tentang penanganan banjir yang telah dilaksanakan hingga saat ini.
Di ruang rapat Walikota, Wapres mendengarkan pemaparan dari Walikota, Danrem 162 Wira Bhakti Kolonel Infanteri Farid Makruf dan Kepala BNPB Willem Rampangilei. Hadir Wakil Ketua DPD RI Prof. Dr. Farouk Muhammad, Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa, Hamdan Zoelva, jajaran Kementerian PU-PR, Wakil Walikota Bima H. A. Rahman H. Abidin, dan Ketua DPRD Kota Bima Fery Sofiyan.
Situasi secara umum dilaporkan sudah mulai pulih. Saat ini tindak penanganan difokuskan pada pembersihan lingkungan agar tidak meninggalkan trauma dan memudahkan masyarakat untuk beraktivitas secara normal. Pembersihan pada fasilitas umum dilaksanakan oleh TNI, Kepolisian, aparatur pemerintah daerah serta sejumlah organisasi relawan. Sementara pembersihan rumah warga dilaksanakan oleh masing-masing pemilik rumah.
Walikota menyampaikan bahwa banjir pada tanggal 21 dan 23 Desember 2016 disebabkan oleh beberapa faktor. Hutan yang telah gundul di daerah hulu yaitu di Kecamatan Wawo dan Kecamatan Wera Kabupaten Bima diperburuk oleh kondisi daerah aliran sungai di wilayah Kota Bima yang semakin sempit dan dangkal.
“Kondisi geografis Kota Bima yang dikelilingi perbukitan juga menjadikan kawasan ini sangat berisiko banjir. Pada saat kejadian banjir, curah hujan sangat ekstrim yaitu 101 – 129 mili per hari, sedangkan rata-rata normal adalah 15 mili per hari,” paparnya.
Wapres menyampaikan beberapa arahan kepada Walikota sebagai berikut, pertama kegiatan pembersihan harus cepat diselesaikan dengan menggerakkan seluruh warga untuk membersihkan lingkungan permukiman masing-masing. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pembersihan, maka biaya yang dibutuhkan juga akan semakin besar karena berbagai masalah yang ikut timbul karena penumpukan dan pembusukan sampah.
Kedua, setelah masa tanggap darurat dan masa pemulihan selesai, Pemerintah bersama TNI harus menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan penghijauan pada kawasan hulu. Bibitnya bisa disediakan oleh Kementerian Kehutanan.
Ketiga, penataan ruang harus ditertibkan, terutama penegakan aturan bahwa di kawasan bantaran sungai tidak boleh dijadikan area permukiman. Keempat, Pemerintah Daerah harus secepatnya merelokasi warga yang bermukim di bantaran sungai.
Kelima Normalisasi sungai dan penataan drainase harus menjadi agenda prioritas dalam perencanaan pembangunan daerah kedepan. Keenam Walikota diminta menyusun Peraturan Daerah yang mewajibkan setiap masyarakat untuk bertanggung jawab menjaga kebersihan saluran drainase di depan rumah masing-masing.
Ketujuh, untuk jangka panjang, Pemerintah Daerah harus mulai mengedukasi masyarakat untuk mengubah mindset bahwa sungai sebagai bagian belakang rumah dan seringkali berkonotasi sebagai tempat pembuangan.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur NTB juga memohon kepada Wapres agar Kementerian PU-PR bisa membantu membangun DAM di wilayah Wawo dan Wera untuk mengantisipasi curah hujan ekstrim pada masa-masa mendatang agar tidak lagi berpotensi banjir pada kawasan muara. Permohonan ini ditanggapi positif oleh Wapres.
*Kahaba-01/Hum