Oleh: Munir Husen*
Apabila kita berbicara tentang masyarakat, maka sudah pasti kita akan berbicara kaitannya dengan hukum, karena kehidupan masyarakat pada hakekatnya semua diatur oleh hukum. Dimana ada masyarakat disitu pasti akan ditemukan hukum (ubi sociates ibi ius). Oleh karena itu, keberadaan hukum sifatnya universal. Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat, justru mempunyai hubungan timbal balik. (Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Edisi Revisi PT. Citra Aditya Bandung, 2004, Hal. 20).
Sejalan konsep Ubi sociates ibi ius yang sudah mendunia dikalangan intelektual hukum, Khuzaifah Dimyati menyatakan bahwa dalam kehidupan bernegara, salah satu hal yang harus ditegakkan adalah suatu kehidupan hukum dalam masyarakat. Pandangan ini diyakini tidak saja disebabkan negeri ini menganut paham negara hukum, melainkan lebih melihat secara kritis kecendrungan yang akan terjadi dalam kehidupan Bangsa Indonesia yang berkembang kearah masyarakat modern. (Khuzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum, Muhammadiyah Universitas Press-UMS, 2004, Hal. 1).
Dinamika kehidupan sosial masyarakat sangat dinamis, kejadian demi kejadian terjadi begitu cepat, perubahan prilaku masyarakat juga seiring dengan kemajuan zaman, sehingga norma hukum yang mengatur perubahan social tersebut tidak mampu untuk memberikan kepastian terhadap kehidupan masyarakat, hukum masih berjalan di tempat bahkan boleh dikatakan tertinggal, maka terjadi kekosongan hukum pada masyarakat. Sehingga terjadi Gap antara dassein dan dassollen. Untuk memenuhi kekosongan hukum tersebut, para penegak hukum harus bekerja keras untuk menciptakan hukum sebagai legal stending untuk menciptakan keadilan, ketertiban dan kepastian hukum di masyarakat.
Perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat adalah sunatullah tidak mengenal ruang dan waktu, perubahan sosial semakin kompleks dan semakin maju sesuai dengan kemajuan dan peradaban manusia. Dinamika kehidupan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan menjadi sangat kompleks, apabila hukum terlambat menyesuaikan dengan keadaan masyarakat, otomatis kehidupan sosial masyarakat akan sangat terganggu sehingga hukum dituntun untuk lebih cepat mengatasi masalah di dalam masyarakat untuk memberikan kepastian hukum.
Secara tersurat keadaan ini hendak mengisyaratkan, bahwa hukum juga harus mengikuti perkembangan sosial yang terjadi. Apabila hukum tidak ingin dikatakan tertinggal dari perkembangan masyarakat, maka hukum dituntut untuk merespon segala seluk beluk kehidupan sosial yang melingkupinya. Itu berarti, peranan hukum menjadi semakin penting dalam menghadapi problema-problema yang timbul (Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, 2005, Hal 11).
Hukum adalah suatu yang nyata dalam kehidupan masyarakat, walaupun hukum tidak berwujud (abstrak). Hukum dilihat dari fakta sosial yang berhubungan dengan faktor-faktor lain yaitu: faktor sosial, faktor ekonomi, faktor politik dan lain-lain. Karena hukum bagian dari relitas sosial, maka hukum juga dapat menimbulkan pengaruh terhadap segala aspek kehidupan masyarakat, karena hukumlah yang dapat memberikan kepastian di dalam kehidupan masyarakat.
Dalam perkembangan dinamika ilmu hukum umumnya selalu menjadi perdebatan sengit di antara para ahli/pakar hukum sampai saat ini. Pengkajian hukum tidak saja dikaji dari perspektif dogmatik belaka, melainkan juga dikaji dari perspektif sosiologis, sehingga perkembangan ilmu sekarang ini cukup luar biasa, sangat dinamis. Pengkajian hukum secara dogmatik tidaklah memberikan pemahaman secara tuntas tentang hukum dan pelaksanaan hukum dalam masyarakat. Dogmatik hukum tidak memiliki kemampuan untuk bisa memberikan penjelasan terhadap kenyataan baru yang muncul (De rechtsdogmatiek is ook niet goed uitgerust om het hofd te bieden aan een nieuwe feitelijke sicuatie (Gijssels&Hoecke, 1982) (Satjipto Rahardjo, Hukum progresif, Genta Publishing, 2009.Hal.24.).
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjadi perdebatan yang tidak berujung namun sebagai bahan untuk bisa terus menerus mengkaji ilmu hukum, soal pandangan kita terhadap ilmu hukum itu adalah pada ranah masing-masing.
Karena bekerjanya hukum tersebut tidak bisa dipisahkan dari aspek-aspek kemasyarakatan lainnya. Soetjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum itu bukan sekedar daftar pasal-pasal seperti buku telepon, tetapi adalah perjuangan, semangat dan komitmen. (Soetjipto Rahrdjo., Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, 2003, hal.19). Apabila kita bersedia secara jujur melihat realitas, maka hukum itu boleh diumpamakan sebagai gerobak yang dapat diisi kepentingan apa saja, seperti ekonomi, politik, bahkan niat jahat (SatjiptoRaharjo). Sehingga dalam konteks negara hukum, hukum memiliki peranan yang sangat menentukan dalam kehidupan bernegara, sangat bergantung dari pelaksanaannya. Seiring dengan hal tersebut Dr Ridwan Dosen STIH Muhammadiyah Bima, menyatakan bahwa hukum akan menjadi sampah dan limbah kalau tidak dikelola dengan sikap dan keluhuran pribadi yang baik. Sebaliknya hukum akan bermakna dan menjadi “mutiara” kalau kita berhukum dapat meningkatkan kualitas pribadi menjadi lebih baik, sekaligus mendorong keadilan social, dan tentunya dapat memperbaiki keadaan menjadi semakin lebih baik, pada titik inilah misi suci hukum dinilai sebagai instrument emansipasi transenden. (Dr Ridwan Orasi Ilmiah Disampaikan Pada Sidang Senat Terbuka Dalam Rangka Wisuda Sarjana (S1) Sekolah Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima Angkatan XXIII Tahun 2018 tanggal 29 Desember di Gedung GSG MummadiyahBima).
Dengan demikian yang menjadi pertanyaan adalah Apakah Hukum mempunyai kemampuan untuk menggerakkan perubahan di masyarakat ?.. Hukum tidak dapat dipisahkan dari realitas sosial yang ada. Sehingga banyak tugas-tugas yang menyangkut pelaksanaan keadilan memerlukan keahlian-keahlian yang bersifat non–hukum, yang sering belum dikuasai benar oleh para petugas hukum yang ada pada saat ini. Untuk itu, Jurist perlu menguasai ilmu-ilmu sosial agar dapat menambah mengenai hubungan antara hukum dan sarana kontrol sosial yang lain di dalam masyarakat modern dan demokratis.( Esmi Warassih, Op.cit, Hal. 9).
Hoebel menyimpulkan adanya empat fungsi dasar hukum, yaitu: pertama, menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat,dengan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku-tingkah laku apa yang diperkenankan dan apa pula yang dilarang. Kedua, menentukan pembagian kekuasaan dan merinci siapa saja yang boleh melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus memilihkan sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif. Ketiga, menyelesaikan sengketa. Dan keempat, memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan yang merubah, yaitu dengan merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat. (Satjipto Rahardjo Sisi Lain Dari Hukum Indonesia, Locit, Ha.vi). Dengan demikian setiap perubahan yang terjadi akibat perubahan social, hukum harus tampil untuk menjadi solusi terdepan terhadap semua perubahan di dalam masyarakat untuk mewujudkan kepastian hukum.
Dengan berbagai kemajuan dalam bidang penemuan hukum saat ini, Satjipto Rahardjo salah satu pakar hukum yang melakukan pengembangan ilmu hukum sosiologis. Kehadiran hukum yang mengakar pada aspirasi dan kreativitas masyarakat sebenarnya merupakan fakta yang tak terbantahkan di negara kita. Sebab penjelasan UUD 1945, menyatakan secara jelas bahwa Indonesia berdaarkan hukum (rechtsstaat) bukan negara kekuasaan (maachs staat). Sehingga penerapan konsep negara hukum bagian yang tak terpisahkan dari penegakan eksistensi negara Indonesia.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia tetap menjunjung tinggi terhadap prinsip-prisip rule of law, supremacy hukum, equality before the law dan hak-hak asasi manusia. Sehingga hukum tidak hanya dijalankan dengan kecerdasan intelektual, melainkan dengan kecerdasan spiritual. Menjalankan hukum haruslah dengan determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa untuk berani mencari jalan lain guna mensejahterakan rakyat. (Satjipto Rahardjo Sisi Lain Dari Hukum Indonesia, Locit, Ha.vi).
Dengan demikian, hukum berfungsi memberikan rahmat kepada manusia, agar tercipta kehidupan yang aman, damai dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Sehingga dimensi hukum dapat tegak jika penegak hukum berani menerapkan hukum dan menggali dengan jiwa satria dan konsisten dengan moto tegakkan hukum walau langit runtuh.
Wallahualam bisyawab
*Dosen STIH Muhammdiyah Bima