Kabupaten Bima, Kahaba.- Anggota DPRD Kabupaten Bima, Suryadin menilai, pembakaran lahan untuk berladang di Bima sudah menjadi tradisi. Setiap tahun tradisi itu biasa dilakukan masyarakat ketika musim kemarau tiba. Masalahnya, hampir sebagian besar pertanian di Bima merupakan sawah tadah hujan.
Sehingga musim tanam di persawahan kata dia, hanya dilakukan pada musim penghujan karena mengandalkan air hujan. Ketika musim kemarau, masyarakat naik ke gunung untuk berladang.
“Ini menjadi dilema ketika kita melarang masyarakat membakar lahan, sementara mereka harus memenuhi kebutuhan hidup dari berladang,” kata Ketua Komisi II ini, Jum’at (30/10) menyikapi munculnya kabut asap di Kabupaten Bima.
Namun lanjutnya, karena persoalan kabut asap akibat pembakaran lahan saat ini sudah menjadi atensi nasional, maka Pemerintah Daerah harus mengambil bagian untuk menghimbau masyarakat. Minimal agar mengurangi aktivitas pembakaran, terutama masyarakat yang memiliki lahan luas.
“Hutan kemasyarakatan memang susah kita larang karena itu lahan mereka, tetapi himbauan harus tetap disampaikan. Karena kalau diakumulasi dari semua titik pembakaran kabut asap akan banyak,” ujarnya.
Duta Partai Golkar ini berjanji, akan segera berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Bima terkait pembakaran lahan untuk perladangan saat ini. Setidaknya bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat soal dampak munculnya kabut asap, agar jangan sampai berdampak luas.
“Regulasi pengelolaan hutan kemasyarakatan saat ini masih kita godok melalui Perda inisiatif DPRD. Mudah-mudahan segera rampung,” tandasnya.
*Ady