Kabar Bima

Soal Kunker Bupati Bima, Ini Penjelasan Bawaslu

470
×

Soal Kunker Bupati Bima, Ini Penjelasan Bawaslu

Sebarkan artikel ini

Kabupaten Bima, Kahaba.- Menyikapi polemik kunjungan kerja Bupati dan Wakil Bupati Bima yang dihubungkan dengan Pasal 71 Undang-undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, Bawaslu Bima mengajak semua komponen agar tidak menafsirkan Pasal tersebut secara emosional dan subjektif. Statemen ini sekaligus menanggapi sentilan duta PDIP di DPRD Kabupaten Bima, Firdaus. (Baca. Kunker Bupati Bima Dituding Langgar UU Pemilu)

Soal Kunker Bupati Bima, Ini Penjelasan Bawaslu - Kabar Harian Bima
Divisi Hukum dan Penindakan Bawaslu Kabupaten Bima Abdurrahman. Foto: Ist

Komisioner Bawaslu Kabupaten Bima Abdurahman menjelaskan, memahami dan mencermati frasa Pasal 71 dalam Undang-undang Pilkada harus secara utuh, jika kemudian ingin dihubungkan dengan kunjungan kerja Bupati dan Wakil Bupati Bima. (Baca. Kunker Bupati Langgar UU Pemilu, Bawaslu Bima Dinilai tidak Becus Kerja)

“Jangan justru menilai dari aspek kepentingan politik, apalagi sampai menganggap Bawaslu tidak becus menyikapi soal tersebut,” tegasnya, Rabu malam (12/2).

Bunyi pasal 71 ayat (3) UU 10 Tahun 2016, terang Abdurahman, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Pasal tersebut mengandung anasir-anasir, subjek hukum yang dilarang adalah Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota. Termasuk di dalamnya Penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota sebagaimana ditentukan dalam Pasal 71 ayat (4).

“Subjek hukum yang dilarang Pasal 71 ayat (3) dan ayat (4) tidak hanya bagi petahana yang mencalonkan, tetapi juga non petahana yang tidak mencalonkan,” katanya.

Perbuatan yang dilarang menurut Abdurahman, menggunakan wewenang, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

“Frasa menguntungkan dan atau merugikan ini berkaitan erat dengan perbuatan hukum seseorang yang sedang memegang jabatan publik dalam melakukan tindakan yang melawan hukum yang dapat membawa dampak yang menguntungkan atau merugikan pihak tertentu dalam sebuah proses pemilu/pemilihan,” urainya.

Kordiv Penindakan Pelanggaran ini menegaskan, dalam konteks Pilkada Kabupaten Bima sampai saat ini belum ada Pasangan Calon yang telah ditetapkan sehingga dapat dirugikan sebagaimana dalam frasa atau salah satu unsur ketentuan Pasal tersebut.

“Salah satu unsur dalam ketentuan ini secara tegas menyatakan ada Pasangan Calon yang akan dirugikan dan atau yang diakibatkan oleh perbuatan yang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan kunjungan kerja tersebut,” sebutnya.

Terkait pernyataan Firdaus yang ingin memanggil Bawaslu menyoal Kunjungan Kerja Bupati Bima, kian menggelitik komisioner berlatar advokat ini. Kata dia, batas tugas dan kewenangan masing-masing lembaga sudah diatur secara jelas oleh aturan perundang-undangan yang ada.

“Saya sarankan agar dibaca ulang kewenangan dan tugas sebagai anggota dewan sehingga tidak asal mengeluarkan pernyatan yang berpotensi meruntuhkan kredibilitas dan marwah lembaga yang terhormat. Saya ingin bertanya dasar kewenangan sehingga ingin memanggil Bawaslu itu dasar hukum yang apa landasannya?,” tutup Abdurahman.

*Kahaba-01