Mataram, Kahaba.– Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan dakwaan pada sidang perdana m Wali Kota Bima HM Lutfi, PN Tipikor Mataram Senin, 22 Januari 2024. Pada sidang itu terungkap bahwa uang dari sejumlah proyek di Kota Bima digunakan Lutfi untuk kepentingan pribadinya, termasuk membelikan istrinya Hj Eliya atau Umi Eli mobil jenis Toyota seharga Rp500 juta, sebagai hadiah ulang tahun.
JPU KPK yang diwakili Andi saat membacakan dakwaan, sumber dugaan ‘uang panas’ Rp500 juta itu terungkap dari perusahaan milik ipar HM Lutfi, Muhammad Maqdis sekaligus Kepala Cabang perusahaan PT Risalah Jaya Konstruksi.
Pada tahun 2019 ada sejumlah proyek di Kota Bima yang dikerjakan Muhammad Maqdis. Salah satunya adalah proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di perumahan Oi Fo’o. Untuk pekerja proyek itu sebelumnya telah ditentukan Lutfi dan istrinya.
Dari proyek itu, keluarga Lutfi mendapatkan Rp2,7 miliar. Uang tersebut kemudian diberikan kepada terdakwa Lutfi dan Elliya.
Antara lain, pada 5 November 2019 dilakukan penarikan lain secara tunai Rp1 miliar oleh rekening PT Risalah Jaya Kontruksi atas perintah Nafila, istri Muhammad Maqdis.
Uang itu lalu dibawa ke rumah pribadi Eliya. Di sana, istri Lutfi itu memerintahkan agar uang tersebut disetor tunai ke rekening BNI milik PT Risalah Jaya. Setelah itu, Lutfi memerintahkan Maqdis menarik Rp500 juta.
“Terdakwa memerintahkan Muhammad Maqis mengeluarkan cek senilai Rp500 juta membeli mobil Toyota sebagai hadiah ulang tahun Eliya,” katanya.
Total keseluruhan yang diterima Lutfi dan keluarganya, sambung jaksa penuntut dari KPK, sebanyak Rp1,95 miliar.
Wali Kota Bima periode 2019-2023 tidak pernah melaporkan penerimaan uang tersebut kepada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Penerimaan uang miliaran rupiah tersebut berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas terdakwa Lutfi selaku Wali Kota Bima sesuai diatur dalam pasal 5 angka 4 nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
HM Lutfi dinilai melanggar Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
*Kahaba-01