Kabar NTBHukum & Kriminal

Sidang Perdana Lutfi, JPU Bacakan Pemufakatan Jahat bersama Umi Eli, Makdis dan Sejumlah Pejabat

2785
×

Sidang Perdana Lutfi, JPU Bacakan Pemufakatan Jahat bersama Umi Eli, Makdis dan Sejumlah Pejabat

Sebarkan artikel ini

Mataram, Kahaba.- Mantan Wali Kota Bima HM Lutfi menjalani sidang perdana terkait dugaan kasus korupsi dan gratifikasi, di PN Tipikor Mataram, Senin 22 Januari 2024.

Sidang Perdana Lutfi, JPU Bacakan Pemufakatan Jahat bersama Umi Eli, Makdis dan Sejumlah Pejabat - Kabar Harian Bima
Mantan Wali Kota Bima sekaligus terdakwa HM Lutfi saat menjalani persidangan di PN Tipikor Mataram. Foto: Ist

Melalui pembacaan dakwaan oleh Jaksa KPK, diungkapkan pemufakatan jahat baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yaitu Terdakwa bersama-sama Eliya Alias Umi Eli (Istri Terdakwa), Muhammad Makdis Alias Dedi, Muhammad Amin, Iskandar Zulkarnain, Agus Salim dan Fahad, sepakat untuk melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses terhadap pekerjaan pengadaan langsung maupun melalui lelang/tender pekerjaan di Dinas-Dinas Pemkot Bima Tahun Anggaran 2018 sampai dengan Tahun Anggaran 2022.

Dalam kegiatannya, yang paling berperan besar membantunya adalah Hj Eliya.
Hal itu bermula ketika Timses HM Lutfi pada Pilkada Kota Bima tahun 2018 bernama Safran mendatangi terdakwa di rumahnya di Jalan Karang Guna, Kota Bima.

Safran menanyakan kepada Lutfi terkait pengerjaan yang dilakukan. Berikut petikan dakwaan JPU dalam persidangan.
“Abang (Lutfi, red) itu sudah ada yang kerja, kapan janjinya?,” tanya Safran.
Menjawab itu, Lutfi menyebut bahwa yang berkaitan dengan proyek sebaiknya menghubungi istrinya Eliya sembari mengatakan, “Umi Eliya yang mengatur proyek,” timpal Lutfi.

Menanyakan pekerjaan kepada terdakwa dengan menggunakan CV Delta KBR kemudian terdakwa mengatakan. “Urusan proyek tanya saya ke Umi Eliya dia yang ngatur proyek”.

Safran kemudian menemui Eliya. Di sana istri Lutfi itu mengatakan bahwa Safran untuk tahun ini belum bisa mendapatkan pekerjaan, tapi pada tahun depan.

Kemudian pada tahun 2019 setelah mengetahui anggaran Kota Bima yang ditandatangani Sekda Kota Bima Muhktar, terdakwa meminta Muhammad Amin sekaligus Kadis PUPR membuat daftar list proyek di Dinas PUPR setempat.

“Setelah itu, Muhammad Amin menyerahkannya ke terdakwa. Daftar list yang kosong akan diisi oleh terdakwa, dan menulis nama Muhammad Maqdis yang akan mengerjakannya,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diwakili Andi di PN Tipikor Mataram.

Setelah itu, Maqdis mencari perusahaan yang akan digunakannya untuk mengerjakan proyek tersebut. Setelah mendapatkan nama-nama perusahaan, Maqdis menyerahkannya kepada sang ipar.

“Terdakwa langsung menyerahkan list tersebut kepada Muhammad Amin, kemudian mengatakan ‘untuk diselesaikan’ dan nama yang diserahkan tersebut harus dimenangkan,” jelas Andi.

Daftar list yang diterimanya dari Lutfi selanjutnya diserahkan kepada Kabid di Dinas PUPR Pemkot Bima. JPU menyebut, tindakan itu tidak hanya terjadi di Dinas PUPR saja, namun hampir semua dinas di Kota Bima.

Total proyek yang dikerjakan Maqdis selama tahun 2019 sebanyak 15, dengan total anggaran proyek yang diberikan kepada Maqdis baik dengan dengan perusahaan sendiri maupun meminjam bendera perusahaan lain sebesar Rp32 miliar.

Salah satu proyek yang terlibat dalam perkara tersebut adalah proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di perumahan Oi Fo’o.

“Pengerjaan itu diketahui terdakwa, Eliya dan Muhammad Maqdis,” sebut JPU.

Perbuatan Wali Kota yang dilantik pada 26 September 2018 itu tidak sesuai dengan pasal 76 ayat huruf a UU nomor 23 tahun 2014, tentang kepala daerah dilarang membuat keputusan yang memberikan keuntungan pribadi, keluarga, suatu kelompok maupun kelompok politiknya.

HM Lutfi dinilai melanggar Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

*Kahaba-01