Kota Bima, Kahaba.- Upah Minimum Kerja (UMK) Kota Bima sudah ditetapkan sekitar Rp 2,4 Juta. Lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar Rp 2,2 Juta. Setelah penetapan tersebut, Pemerintah Kota Bima melalui Dinas Tenaga Kerja meminta kepada perusahaan untuk membayar gaji karyawannya berdasarkan UMK.
Tapi ironis, pasalnya pemerintah daerah sendiri belum mampu membayar gaji tenaga honorer dan sukarela sebesar UMK yang telah ditetapkan. Karena sampai saat ini, gaji mereka masih di bawah Rp 1 juta.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bima H Tafsir yang dimintai tanggapan soal itu tidak ingin berkomentar dan menyarankan untuk menanyakan ke Kepala Bappeda dan Litbang Kota Bima.
Di tempat terpisah, Kepala Bappeda dan Litbang Kota Bima H Fakhrunrazi menjelaskan, berkaitan dengan pembayaran gaji tenaga honorer, memang Pemerintah Kota Bima belum mengikuti UMK, karena disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
“Soalnya ke depan itu tenaga honorer akan didorong penuntasannya melalui P3K,” terangnya, Selasa 3 Januari 2023.
Ia menjelaskan, penentuan besaran UMK Bima bukan oleh pemerintah daerah, tapi tim dari pemerintah provinsi. Kendati ada usulan dari pemerintah daerah, namun tidak ada kaitan dengan kemampuan daerah untuk membayar tenaga honorer.
“Itu 2 hal yang berbeda,” ujarnya.
Fakhrunrazi memaparkan, kalau tenaga honorer lebih pada penggajian berdasarkan sistem kinerja yang dimiliki pemerintah daerah. Sebab, mereka itu dikontrak bukan berdasarkan UMK, tapi berdasarkan kinerja yang diberikan.
“Itu tertuang dalam klausal kontrak kerja, maka nanti secara bertahap akan didorong penyelesaiannya pada penuntasan P3K,” jelasnya.
Bicara pekerjaan sambungnya, ini pilihan. Ada yang mau bekerja di perusahaan, juga ada yang mau jadi tenaga honorer, juga sukarela. Semua pilihan.
Maka berdasarkan pilihan itu, yang bersangkutan sudah mengetahui standar kemampuan pada daerah dan perusahaan berbeda beda.
“Jadi kalau mereka yang menentukan pilihan terhadap standar kemampuan keuangan, maka akan bertahan, jika tidak maka akan mencari pekerjaan lain,” tuturnya.
Disinggung apakah pemerintah daerah masuk pada bagian yang harus taat pada UMK? Dirinya menjawab semua semestinya harus taat. Hanya saja persoalannya yakni menempatkan siapa dengan siapa. Pegawai kontrak ini apakah sama dengan swasta dan sistem itu diatur seperti apa.
“Semua tergantung pada isi kontrak kerja tersebut. Makanya pemerintah daerah juga tidak melanggar UMK, karena perjanjian tenaga honorer itu untuk kontrak kegiatan. Bisa 10 bulan, bisa 12 bulan, tergantung kegiatan,” tambahnya.
*Kahaba-01