Oleh: Adi Hidayat Argubi, S.Sos, SST.Par, M.Si*
Mengawali opini ini penulis ingin bercerita bahwa praktek money politic sudah semakin menggila di Bima. Pada tahun 2014 penulis pernah diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjadi moderator sebuah acara mereka yang di selenggarakan di Hotel Camelia. Sebelum kegiatan dimulai terjadi pembicaraan santai antar pemateri dan juga ikut di dalamnya pejabat pemerintah Kota Boma, tokoh-tokoh politik Kota Bima dengan pihak OJK. Pembicaraan dimulai dengan cerita tingginya harga tanah di Kota Bima yang kemudian merembet pada persoalan tingginya tingkat penarikan uang di Bank ketika Pemilu di berlangsung di Bima. OJK yang memang membidangi ini menengarai bahwa penarikan uang tersebut adalah digunakan untuk praktek politik uang. Hal ini dibenarkan oleh sendiri oleh tokoh politik dan bahkan pimpinan dewan saat itu bahwa praktek itu terjadi. Tentu fakta ini menjadi sesuatu yang seharusnya menampar semua masyarakat kita yang mayoritas muslim karena dalam agama, suap (risywah) adalah haram dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Pemberi, yang menjadi perantara dan yang menerima suap sama-sama dilaknat oleh Allah.
Pertanyaannya kemudian, apakah pada pemilu 2024 praktek politik uang sudah hilang?. Ternyata fakta yang terlihat dan terdengar di masyarakat bahwa praktek politik uang ini semakin parah bahkan dengan nominal semakin besar dari pemilu sebelumnya. Satu suara pemilih saat ini sudah bermain anatara Rp. 300.000 – Rp. 500.000. Kenapa praktek seperti ini semakin marak di daerah kita tercinta ini?. Polanya juga bervariasi, ada yang individu dan ada dalam bentuk paket misalnya satu paket Rp. 1.000.000 untuk paket anak dan bapak yang ikut dalam kontestasi Pemilu 2024 untuk DPRD maupun DPR RI.
Praktek Money Politic di Masyarakat
Money politic atau politik uang memang tak bisa kita tampik terjadi di Bima. Kultur negatif itu mungkin saja sudah dianggap sebagai hal yang biasa dan lumrah. Sejak era reformasi, politik uang jadi hal yang kian kerap dilakukan, sebagai bagian dari cara untuk mendulang suara, terutama pada pemilihan secara langsung oleh masyarakat. Meskipun disisi lain kita sangat paham bahwa yang namanya praktik politik uang itu sudah membudaya. Tujuan praktek ini jelas mendapatkan dukungan politik dari mereka adalah tujuan akhir. Masyarakat Bima harus paham bahwa seorang pejabat publik yang korup akan dihasilkan dari praktik politik yang menggunakan uang dalam pemilu. Ketika pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah dilakukan misalnya, praktik politik menggunakan uang menjadi dasar korupsi pemerintahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada setidaknya tiga efek yang dihasilkan oleh praktik politik uang di daerah, yaitu hukuman penjara dan denda, menyebabkan pemerintahan yang korup, dan paradigma daerah dapat dirusak oleh politik uang. Citra Bima yang agamais bisa dicitrakan negatif dengan perilaku praktik politik uang yang di”AMIN”kan oleh seluruh masyarakat.
Kondisi yang penulis ceritakan diatas tentu harus menjadi perhatian bersama seluruh elemen masyarakat. Politik uang dalam pemilu dapat merendahkan martabat rakyat, yang merupakan bahaya bagi proses demokrasi yang bersih. Jadi sebenarnya mereka yang menggunakan politik uang dalam pemilu telah merendahkan martabat rakyat. Politisi hanya menilai martabat rakyat dengan uang dan makanan. Disadari atau tidak oleh kita bahwa orang yang menggunakan politik uang untuk mencapai tujuannya sebenarnya sedang menyiapkan perangkap untuk rakyat. Partai politik juga harus menjadi pihak yang serius untuk menghilangkan praktek politik uang bukan malah menjadikan praktek ini semakin merajalela karena sebenarnya ketika politik uang digunakan dalam pemilu, kaderisasi partai politik akan hancur. Karena fakta bahwa saat transaksi jual-beli suara terjadi, sang calon tidak akan merasa terbebani oleh pemilih. Dampak yang fatal akibat politik uang ini adalah di mana korupsi akan muncul sebagai akibat dari politik uang. Korupsi yang marak terjadi adalah jenis penyelewengan uang negara di mana eksekutif dan legislatif bekerja sama dan legislatif tidak berfungsi dengan baik sebagai kontrol. Motivasi untuk melakukan korupsi adalah untuk mengembalikan kerugian yang disebabkan oleh politik uang yang dilakukan oleh calon selama kampanye. Kondisi ini yang tidak disadari oleh masyarakat dan perlu semua pihak terlibat dalam berbagai peran untuk mengedukasi masyarakat agar kondisi seperti ini tidak terus terjadi.
Kerusakan Akibat Praktek Money Politic
Politik yang menggunakan uang untuk memperoleh kekuasaan adalah metode yang akan merusak demokrasi yang jujur dan adil. Dengan mengadopsi aturan main yang adil, terbuka, dan jujur, tidak mungkin kompetisi politik dapat berlangsung dengan cara yang sehat dan fair play. Dengan demikian, budaya politik di mana uang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan politik akan memungkinkan politisi yang terlibat dalam konspirasi ini untuk melakukan korupsi setelah mereka terpilih. Sebab, melakukan transaksi politik dengan banyak uang pasti akan mendorong mereka untuk menyalah gunakan kekuasaan mereka untuk mengembalikan uang yang telah digunakan selama kampanye. Semakin banyak uang yang digunakan untuk politik menggunakan uang atau uang politik, semakin banyak uang yang dikorupsi oleh negara setelah mereka terpilih.. Melakukan jual beli-suara merusak prinsip-prinsip demokrasi, melegitimasi proses pemilu, melemahkan akuntabilitas politik vertikal antara politikus dan pemilih, dan menghasilkan politikus yang korup.
Upaya untuk membangun budaya masyarakat Bima sesuai dengan ajaran agama yang menolak praktik politik uang karena haram dan dilaknat oleh Allah memang menghadapi tantangan yang semakin besar saat ini menjelang pencoblosan pemilu 2024 karena hampir semua pihak, termasuk masyarakat sebagai penerima, dan pelaku praktek politik uang, setuju dengan praktik ini. Kondisi ini tidak boleh membuat kita patah semangat, berbagai elemen masyarakat, pemerintah daerah, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), LSM, pegiat pemilu, dan dunia pendidikan termasuk Perguruan Tinggi di dalamnya harus bergandengan tangan untuk bersama-sama turun ke masyarakat untuk mengedukasi mereka agar keluar dari kategori “miskin” secara politik karena tidak merdeka dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan politiknya karena iming-iming uang. Dengan demikian, sistem demokrasi yang akan diwariskan kepada generasi berikutnya harus benar-benar sesuai dengan standar demokrasi dan menghindari praktik kotor ini. Dengan demikian, prinsip-prinsip konstitusi Indonesia yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat diterapkan dengan baik dalam sistem demokrasi yang sehat. Pemimpin yang diberi amanah ternyata tidak dapat sepenuhnya mematuhi janji mereka karena politik uang menjadi masalah utama bangsa. Sebab, dalam sistem politik yang didasarkan pada uang, memiliki kekuasaan dapat menjadi cara untuk mendapatkan keuntungan semata-mata. Prinsip dasar bisnis adalah mengeluarkan modal untuk memperoleh keuntungan. Banyak orang merasa prihatin dan menyayangkan terjadinya politik uang atau politik uang. Namun demikian, itu seperti penyakit yang sudah parah. Sumber daya politik ini tidak mudah diperbaiki.
Penulis berharap dapat berbagi pendapat dan ide melalui tulisan yang sederhana ini. Diharapkan, setidaknya secara bertahap, politik uang yang buruk dan jahat dapat dikurangi. sehingga banyak masalah terkait lainnya juga dapat diatasi secara signifikan. Politik uang mungkin merupakan hukuman sosial bagi pemimpin yang dihormati tetapi tidak amanah. Pemilihnya menuntut dia membayar mahar untuk kembali mencalonkan diri. Karena ketika ia berkuasa, dia lupa bahwa ada suara yang harus diperjuangkan dan janji yang harus dipenuhi. Jadikan pemilu seperti pasar, tempat suara dapat dibeli dan dibeli. Selain itu, sebaliknya. Para pejabat yang terpilih berdasarkan suara yang dibeli tidak akan berempati dengan para pemilihnya. Jika konstituen percaya bahwa kemenangan mereka berasal dari hasil politik traksaksional, itu akan menjadi masa bodoh didapat dari pembelian murah. Akibatnya, oknum tersebut akan berkonsentrasi pada mencari uang, mengembalikan modal, dan meraup keuntungan.
Strategi Penanggulangan Praktek Money Politic
Melihat fenomena ini dan dampak yang ditimbulkan, maka kita harus mencapai kesepakatan untuk mengakhiri praktek politik uang. Sudah saatnya sistem pemilu negara ini diubah dan diperbaiki. Masyarakat harus dapat memberikan kesempatan kepada orang-orang yang berpotensi untuk menerapkan kepercayaan kami sebagai pemimpin yang amanah. Kita jangan memilih calon pemimpin yang suka membeli suara, tetapi kemudian berkhianat. Jangan pernah memberikan uang kepada pemilih yang meminta imbalan karena mereka mungkin tidak memilih kita juga.
Untuk mengurangi praktek politik uang di Bima (Kota Bima dan Kabupaten Bima), kita perlu mendorong gerakan desa tangguh anti praktek politik uang dari masyarakat Bima sendiri. Masyarakat desa/kelurahan harus dikuatkan untuk keluar dari “kemiskinan” politik dengan berbagai kegiatan pemberdayaan. Harus diakui bahwa faktor budaya, faktor kemiskinan, faktor tingkat pendidikan, faktor pemahaman hukum, faktor pemahaman agama, faktor lemahnya institusi pemerintahan, faktor lemahnya institusi pengawasan, dan faktor lemahnya kader partai dan institusi politik adalah faktor yang menjadikan “kemiskinan” politik tetap terjaga sehingga praktik politik uang tetap marak terjadi. Maka penguatan-penguatan melalui program pemberdayaan masyarakat perlu secara intens dilaksanakan oleh berbagai elemen masyarakat, pemerintah daerah, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), LSM, pegiat pemilu, dan dunia pendidikan termasuk Perguruan Tinggi sehingga masyarakat “miskin” pada aspek politik ini bias keluar dan masyarakat desa/kelurahan tangguh anti praktek politik uang. Modal sosial untuk mendukung gerakan ini sebenarnya masih hidup dalam masyarakat tinggal bagaimana memanfaatkan modal sosial masyarakat yang sebenarnya tidak suka dengan praktek politik kotor ini karena ajaran agama melarang untuk melahirkan demokrasi lokal yang baik dengan pemimpin yang amanah sesuai kehendak masyarakat yang dilahirkan dari proses tersebut.
Cerita seorang Kepala Sekolah yang bertugas di SMA Negeri Soromandi (Bapak Rifial Akbar) di akun Facebook beberapa waktu lalu memberikan harapan bahwa modal sosial ini ada. Di awal ceritanya beliau memberi judul “Nurani manusia tak gampang dibayar”. Dalam perjalanan dari Punti ke Kota Bima, beliau iseng bertanya pada beberapa pemilik boat terkait pemilihan legislatif. Lalu salah satu orang tua dan anak muda yang cerita beliau tidak sarjana bahkan tidak tamat SMA berkata “andikan uang dapat meluluhkan hati nurani kami untuk memilih calon lainketimbang orang yang ada di sekitar desa kita, maka kemana kami bawa muka terhadap rasa malu, karena kami tahu kita akan bertemu tiap hari bahkan saling bantu satu sama lain dikehidupan sosial kemasyarakatan”. Sang kepala sekolah kemudian mencoba menanyakan kembali “kalau mau uang penulis kasih sekarang?”. Namun apa jawabannya “kalau kami ingin uang pak bos dari dulu kami ditawarkan tapi kami menolak demi harga diri kebersamaan” katanya.
Selain upaya di atas, tentu berbagai upaya lain untuk menghilangkan praktek politik uang di masyarakat Bima terus dilakukan dengan komitmen yang hebat, seperti Pertama, berbagai pihak terus mendorong penyelenggara pemilu untuk memberikan sanksi yang lebih tegas dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya politik uang. Selain itu, dia menekankan bahwa pemeriksaan kekayaan pemimpin dan partai pengusung serta kepastian keuangan partai menjadi langkah penting. Dalam situasi seperti ini, sistem pemilu yang lebih baik perlu dikembangkan dengan membuat sistem yang demokratis dan menghindari kecurangan. Untuk menjaga integritas pemilu, juga diperlukan transparansi dalam pendidikan politik yang komprehensif dan perekrutan partai politik. Kedua mendorong peningkatan pengawasan internal dan eksternal untuk Pemilu 2024. Karena manusia cenderung melakukan penyimpangan, tanpa pengawasan, praktik ini akan terus menjamur. Banyak hal telah berubah selama era komputer dan internet, termasuk kampanye politik. Walaupun hukum melarang calon kandidat memberikan uang kepada pemilih untuk mendapatkan suara, peran lembaga pengawas dan Gen Z sangat penting. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa politik uang tidak berkembang di bidang digital. Dalam menghadapi kemajuan teknologi ini, pengawasan kampanye digital sangat penting. Saat ini, kempanye beralih ke dunia digital, seperti giveaway. Meskipun larangan memberikan imbalan keuangan kepada calon pemilih berlaku, peran Bawaslu, Panwaslu, dan Gen Z dalam mengawasi praktik kampanye digital sangat penting untuk keberhasilan dalam mengurangi dampak. Ketiga menciptakan sinergi antara berbagai organisasi, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan partai politik. Penting bagi semua pihak untuk mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi dan memastikan proses pemilu yang adil dan transparan sebagai tanggapan atas tantangan politik yang berkaitan dengan uang. Semua pihak harus mengakui bahwa politik uang adalah hal yang normal. Mereka dapat dihilangkan dengan membuat komitmen bersama untuk menjaga integritas pemilu dan keberlangsungan demokrasi. Semua pihak yang terlibat dalam Pemilu di Bima harus merasa sangat prihatin dengan keadaan masyarakat yang sangat pragmatis dan transaksional pada Pemilu tahun 2024. Oleh karena itu, masyarakat, terutama generasi muda, harus ingin ada tindakan nyata untuk menghentikan praktik politik uang dengan melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat untuk menolak praktik politik uang. Kita harus meyakinkan semua pihak yang terlibat dalam pemilu, peserta, masyarakat, dan penyelenggara untuk berkolaborasi untuk menciptakan pemilu yang benar-benar langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dengan hasil yang diterima oleh semua pihak. Ketiga, dalam proses penegakan, Bawaslu lebih menekankan pada terobosan progresif. Mereka ingin semua pihak yang terlibat dalam pemilihan, termasuk masyarakat nyata dan peserta pemilu, bersatu untuk membentuk budaya baru. Sosialisasi yang serupa dengan peserta pemilu dengan menyatakan bahwa mereka menolak praktik politik yang melibatkan uang dalam pemilihan umum dalam berbagai bentuk. Pada setiap tahapan pemilu, Bawaslu akan terus mengingatkan peserta pemilu melalui upaya pencegahan agar mereka berhati-hati untuk menghindari praktik politik uang yang merugikan masyarakat selama proses pemilu. Salah satu tujuan dari upayanya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakatnya tentang pentingnya menolak praktik politik yang melibatkan uang di masa mendatang.
Ketika berbagai upaya untuk menghilangkan praktek politik uang yang penulis sampaikan di atas, maka semua masyarakat Bima siapapun di Kota dan Kabupaten Bima yang memiliki kapasilitas dan kapabilitas bisa berharap dapat ikut dalam pemilu yang bersih dan bebas dari praktek politik uang. Jangan sampai cerita tentang seorang tokoh masyarakat di Kelurahan Penaraga Raba Kota Bima yang dalam perjalanan hidupnya dihabiskan untuk mengabdikan diri untuk masyarakatnya. Berbagai jabatan kampung (dulu disebut “bora ngonco” karena tidak ada gaji seperti sekarang) pernah diamanahkan kepadanya, seperti ketua RT, RW, Ketua BKM, Pembina Karang Taruna dan sebagainya. Rumahnya dari penulis kecil dulu selalu dipenuhi masyarakat ketika ada perkara seperti perkelahian warga atau permasalahan lainnya. Setiap ada hajatan warga, beliaulah yang menjadi tokoh penggerak utamanya bahkan ketika ada warga yang harus terpaksa menikahkan anaknya karena “kecelakaan” dan tidak ada biaya, ditangan beliau semua menjadi bisa dan acara pernikahan dan resepsinya berjalan tetap meriah. Beliau mendatangi orang-orang kampung yang sedikit berada untuk meminta bantuan satu dua ekor ayam untuk jamuan acara resepsinya. Tidak hanya fisiknya yang diberikan untuk masyarakatnya bahkan ketika penganten laki-laki tidak memiliki baju yang pantas untuk kenakan, maka baju hem, jas dan dasinya dipinjamkan untuk penganten tersebut termasuk untuk orang tua laki-lakinya. Setiap hajatan di kampung beliaulan yang menjadi protocol/MC acaranya yang semua gratis tidak berbayar. Biasanya yang punya hajatan setelah acara membawa sedikit gulai dan sate kerumah beliau. Berbagai urusan lain seperti “Panati” (melamar) beliaulah yang selalu dipercaya masyarakat sebagai juru bicara yang mewakili keluarga yang berhajad. Melamar ketempat yang jauhpun beliau selalu meluangkan waktunya. Kegiatan-kegiatan Desa tidak akan terlaksana dengan baik tanpa campur tangan beliau, seperti lomba desa, MTQ, Gotong Royong dan sebagainya. Dari aspek kapasitas beliau sangat mumpuni dan amanah karena seorang guru Sekolah Dasar dan pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD). Cerita ini hanya sedikit saja dari banyaknya pengorbanan beliau sejak muda (diangkat menjadi guru) sampai saat ini.
Singkat cerita, beliau sangat dekat dengan Walikota Bima yang pernah dua periode menjabat. Kedekatan tersebut sampai pada titik beliau diminta oleh sang Walikota untuk menjadi calon anggota DPRD dari partainya beliau. Awalnya ditolak tetapi karena terus diminta maka beliau mengiyakan dengan nazar bahwa gajinya nanti akan digunakan untuk masyarakat. Sampailah pada saat pencoblosan dan penghitungan suara yang mana dari hasil penghitungan suara tersebut diperoleh hasil yang sangat berolakbelakang dengan kontribusi beliau bagi masyarakat terlebih keluarganya sendiri dikampung. Kondisi ini terjadi karena masyarakat termasuk keluarganya sendiri sudah menerima uang hasil praktek politik uang sementara beliau tidak sedikitpun melakukan. Uang yang diberikan caleg lain ternyata mampu menutup semua kebaikan beliau sejak masa mudanya. Semoga masyarakat kita semakin cerdas dan keluar dari kategori “miskin” politik dan menolak politik uang sehingga mampu memilih pemimpin yang memiliki kapasitas dan amanah. Selamat mencoblos dengan NURANI!
*Guru SMK Negeri 3 Kota Bima dan Kepala Badan Penjaminan Mutu Universitas Mbojo Bima